Pembaruan Terkini Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • icanende 2:02 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Pegadaian Syariah 

    Lahirnya Pegadaian Syariah

    Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000  yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian  pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003  tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai syariah  sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.

    Konsep operasi pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi pegadaian syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang pegadaian syariah / Unit Layanan Gadai  syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum pegadaian syariah . ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian syariah pertama kali berdiri  di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang pegadaian  di Aceh dikonversi menjadi. pegadaian syariah

    . Pegadaian syariah di Batam

    ULGS Batam berada dalam lingkup koordinasi Kantor Wilayah II Padang bersama dengan 50 kantor Cabang lainya yang tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi dan Riau. Di Batam sendiri telah berdiri 4 kantor Cabang Pegadaian Konvensional ( non Syariah ) yaitu di Sei Jodo, Bengkong, Penuin dan Batu Aji. Baru kemudian, pada tanggal 10 November 2003 Kantor Unit Layanan Gadai Syariah mulai melakukan uji coba operasi di Sungai Panas, Jl Laksamana Bintan, Kompleks Bumi Riau makmur Blok C 8,  dan melayani permintaan masyarakat yang ingin menggadaikan barang bergeraknya. Alhamdulilah ULGS telah mampu melayani  nasabah yang berasal dari 19 kelurahan di wilayah Batam. Hal ini  mengindikasikan bahwa keberadaan ULGS telah dapat diterima di tengah masyarakat.

    Operasional Pegadaian Syariah

    Implementasi operasi pegadaian syariah  hampir bermiripan dengan pegadaian  konvensional. Seperti halnya  konvensional , pegadaian syariah  juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.

    Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, pegadaian syariah  memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang  ketiga aspek tersebut,  dipaparkan dalam uraian berikut.

    Landasan Konsep Rahn

    Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep Pegadaian juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :

    Quran Surat Al Baqarah : 283

     

    Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. Al-Baqarah:283)

    Hadits

    Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari

    Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)

    Landasan ini kemudian diperkuat  dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.

    a. Ketentuan Umum :

    1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
    2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
    3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
    4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
    5. Penjualan marhun

    A.      Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.

    B.      Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.

    C.     Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

    D.     Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

    Hukum Rahn

    1. Barang  gadai  harus  berada ditangan murtahin bukan ditangan rahin
    2. Selain buah-buahan di pohon yang belum masak barang yang tidak ada unsure ghararnya boleh digadaikan
    3. Jika jatuh tempo gadai telah habis, maka murtahin meminta rahin melunasi hutangnya sesuai perjanjian
    4. Rahn boleh dititipkan kepada oranygyang dapat dipercaya selain murtahin
    1. Rahn adalah amanah ditangan murtahin maka ia wajib menjaganya.
    2. Jika rahin mensyaratkan rahn tidak dijual ketika utang jatuh tempo, maka rahn menjadi batal
    3. Jika rahin bertengkar dengan dengan murtahin mengenai besarnya utang, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah.
    4. Jika rahin mengklaim telah mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah
    5. Murtahin berhak memanfaatkan rahn sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk rahn tersebut
    6. Hasil rahn seperti anak (jika rahn berbentuk hewan) menjadi milik rahin.
    7. Jika murtahin mengeluarkan biaya untuk rahn tanpa meminta izin kepada rahin, maka ia tidak boleh meminta rahin mengganti biaya yang telah dikeluarkannya untuk rahn tersebut.
    8. Jika rumah yg digadaikan mengalami kerusakan, kemudian murtahin memperbaikinya tanpa seizin rahin maka tidak apa-apa jika ia meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk memperbaikinya.
    9. Jika rahin meninggal dunia atau bangkrut, maka murtahin lebih berhak atas rahn daripada semua kreditur.

    . Ketentuan Penutup

    1.       Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

    2.       Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

    Teknik Transaksi

    Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian berjalan di atas dua akad

    transaksi Syariah yaitu.

    1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
    1. Akad Ijarah. Yaitu  akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukad akad

    rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :

    a.       Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).

    b.       Sighat ( ijab qabul)

    c.       Harta yang dirahnkan (marhun)

    d.       Pinjaman (marhun bih)

    Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

    Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan

    menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.

    Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :

    1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
    2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
    3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
    4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
    5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

    Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.

    Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :

    1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
    2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi
    1. pinjaman.
    2. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.

    Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk

    o        melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,

    o        mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,

    o        atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

    Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.

    Barang Jaminan

    Jenis barang yang dapat dijaminkan:

    1. Perhiasan
    2. Kendaraan
    3. Barang elektronik
    4. Mesin-mesin
    5. Barang –barang keperluan rumah tangga( kondisi baik)

    Produk Pegadaian Syariah

    Pegadaian syariah meluncurkan produk baru diantaranya adalah:

    1. Produk “mulia”, singkatan dari murabahah emas logam mulia untuk investasi abadi. Kemasan produk ini berupa pembiayaan kepada masyarakat, yang berniat membeli emas batangan logam mulia, lewat pegadaian syariah.

    Keuntungan berinvestasi melalui logam mulia :

    1. Jembatan mewujudkan Niat Mulia Anda untuk :
    2. Menabung Logam Mulia untuk menunaikan ibadah haji
    3. Mempersiapkan Biaya Pendidikan Anak di masa mendatang
    4. Memiliki Tempat Tinggal dan Kendaraan
    5. Alternatif investasi yang aman untuk menjadi Portofolio Asset Anda
    6. Merupakan asset yang sangat likuid dalam memenuhi kebutuhan dana yang mendesak, memenuhi kebutuhan modal kerja untuk pengembangan usaha, atau menyehatkan cashflow keuangan bisnis Anda, dll
    7. Tersedia pilihan logam Mulia dengan berat 5gr, 10gr, 25gr, 50gr, 100gr, 1000gr

     

    1. Produk Arrahn Umsami (Arrum). Produk tersebut nantinya akan melayani kredit bagi masyarakat yang memiliki usaha kecil.

    “Melalui program tersebut, pemilik usaha kecil dapat menjaminkan BPKB-nya untuk mendapatkan pinjaman. Syarat yang ditetapkan cukup mudah, hanya memiliki usaha. Pengucuran dana juga cukup cepat, setelah dilakukan survei, satu minggu kemudian pinjaman dapat dicairkan.

    ü  Kelebihan produk Arrum ini adalah barang agunan seperti mobil atau sepeda motor dapat dipinjam pakai nasabah untuk mendukung kegiatan usaha.

     

     
  • icanende 1:59 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Reksadana Syariah 

    1. A. Pengertian Reksadana Syariah

    Reksadana syariah berasal dari kata “Reksa”, yang berarti kelola atau pelihara. “Dana” berarti uang, dan “Syariah” adalah aturan-aturan yang sesuai dengan Islam.  Maka reksadana syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal masyarakat untuk diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi serta sesuai dengan ketentuan syariat islam.

    Reksadana sendiri adalah sarana investasi yang sederhana dimana setiap orang dengan tujuan investasi yang sama mengumpulkan dana mereka untuk dikelola oleh seorang manajer investasi profesional sesuai dengan tujuan investasinya.

    Sedangkan Reksadana Syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi. Manajer investasi menawarkan reksadana syariah kepada para investor yang berminat, sementara dana yang diperoleh dari investor tersebut dikelola oleh manajer investasi untuk ditanamkan dalam saham atau obligasi syariah yang dinilai menguntungkan.

    Reksadana hanya diperbolehkan sebagai jenis investasi untuk efek (surat berharga), tidak investasi langsung ke sektor riil (usaha). Jadi, investasi reksadana hanya diperkenankan pada produk keuangan seperti saham, obligasi, deposito, valuta asing, dan sebagainya. Mungkin yang dimaksud oleh petugas bank tersebut adalah bahwa reksadana syariah menginvestasikan dana yang dikelolanya ke dalam saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan produksi/manufaktur, bukan ke saham atau obligasi perusahaan keuangan. Hal ini tentunya dapat dipahami karena perusahaan/lembaga keuangan sebagian besar masih belum sesuai syariah.

    Pada prinsipnya reksadana tidak bertentangan dengan syariat, karena menggunakan prinsip bagi hasil. Para pemodal masing-masing patungan dengan menyetorkan dana dan hasil investasinya juga dibagi kepada para pemodal sesuai dengan proporsi modal yang disetorkannya. Yang jadi masalah adalah kemana dananya diinvestasikan. Reksadana konvensional tentu saja hanya menggunakan pertimbangan tingkat keuntungan saja untuk mengatur portofolio investasi. Sedangkan, reksadana syariah juga harus mempertimbangkan kehalalan suatu produk keuangan selain tingkat keuntungannya.

    Jika reksadana syariah membeli saham, maka saham yang dibeli harus perusahaan yang sudah dinyatakan sesuai syariat yang masuk ke dalam JII (Jakarta Islamic Index). Obligasi yang boleh dibeli pun hanya obligasi syariah saja. Begitu juga dengan deposito, hanya yang diterbitkan oleh bank syariah.

     

    1. B. Sejarah Reksadana Syariah

    Di Indonesia reksadana telah ada sejak tahun 1977 melalui PT. Danareksa. Produk yang ditawarkan masih belum bervariasi seperti sekarang, dan penyebarannya masih terbatas pada kalangan tertentu

    Pada tahun 1997, perusahaan sekuritas milik Negara PT. Danareksa menjadi pionir dalam menerbitkan reksadana syariah. Reksadana menjadi instrument pasar modal pertama yang beroprasi sesuai syariah Islam dan sbagai langkah awal lahirnya pasar modal syariah.

    Tiga tahun setelah hadirnya reksadana syariah , PT. Danareksa kembali mengeluarkan instrument syariah baru, yakni berupa JII (Jakarta Islamic Index) sebuah badan indeks saham syariah. Indeks ini memperdagangkan saham-saham perusahaan pilihan dengan ketentuan prinsip operasinya tidak bertentangan dengan syariah islam.

    Pesatnya perkembangan reksadana baik konvensiaonal maupun syariah tidak terlepas dari kehadiran Undang-Undang tentang pasar modal Indonesia No.8 tahun 1995. juga telah diluncurkanya pasar modal syariah oleh Bapepam yang bekerja sama dengan DSN (Dewan Syariah Nasional) yang diawasi langsung oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah). Diharapkan dengan munculnya badan-badan diatas, agar semua pihak yang terlibat di pasar modal merasa dilindungi hak-hak masyarakatnya dari praktik perdagangan yang merugikan.

     

    1. C. Jenis Reksadana Syariah

    Reksadana syariah mempunyai tiga jenis, yaitu :

    1. Reksadana Batasa Syariah

    Adalah reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang bersifat terbuka berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal no.8 tahun 1995. Tujuan investasi reksadana sesuai dengan kontrak kolektif adalah mempertahankan nilai modal dan mendapatkan tingkat keuntungan yang optimal dalam jangka panjang kepada pemodal yang hendak mengikuti syariah Islam dengan hsil investasi yang bersih dari unsur riba dan gharar.

     

     

      1. PNM Syariah

    Adalah reksadana campuran (balance fund) yang bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan nilai investasi yang optimal dalam jangka panjang dengan melakukan investasi pada efek ekuitas, efek utang dan instrumen pasar uang da perusahaan-perusahaan yang kegiatan usaha dan hasil usahanya sesuai dengan syariah islam.

      1. Danareksa Syariah Berimbang

    Adalah reksadana yang bertujuan untuk mendapatkan pertumbuhan nilai investasi dalam jangka panjang dan memperoleh pendapatan yang berkelanjutan kepada pemodal yag hendak mengikuti syariah islam.

     

    1. D. Bentuk Reksadana Sariah

    Pada prinsipnya, reksadana syariah sama dengan reksadana konvensional yang bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dikelola oleh manajer investasi. Perbedaannya reksadana syariah memiliki kebijakan investasi yang berbasis pada prinsip-prinsip syariah islam. Instrument investasi yang dipilih dalam portofolio harus dikategorikan halal.

    Dilihat dari sisi aspek hukum, bentuk reksadana terdiri dari dua bentuk , yaitu:

    1. Berbentuk Perseroan

    Reksadana berbentuk perseroan merupakan badan hukum tersendiri yang berarti beroperasi sebagai perseroan terbatas dengan kegiatan semata-mata hanya reksadana. Karakteristik reksadana berbentuk perseroan adalah sebagai berikut:

    1. Bentuk hukum adalah perseroan terbatas
    2. Sponsor wajib menyetor sekurang-kurangnya 1% dari modal dasar.
    3. Pemodal adalah pemegang saham
    4. Manajer investasi bertindak sebagai pengelola kekayaan reksadana.
    5. Bank kustodion bertindak sebagai tempat penyimpanan dan pengadministrasian kekayaan reksadana.

    Reksadana terbuka berbentuk perseroan mempunyai tiga sumber dana  potensial yang terdiri dari:

    1. Dividen

     

    Reksadana terbuka berbentuk perusahaan dana dari penerbitan saham, dengan reksadana berkewajiban memberikan dividen kepada pemegang saham (dalam hal ini investor pembeli reksadana)

    1. Capital gain

    Capital gain diperoleh dari penjualan portofolio reksadana

    1. Peningkatan harga reksadana

    Peningkatan harga reksadana syariah diperoleh dari hasil penjualan saham reksadana di pasar sekunder (open-end).

     

    1. Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

    Reksadana berbentuk KIK adalah kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan di mana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan bank kustodion  diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Karakteristik reksadana ini adalah:

    1. Bentuk hukum adalah kontrak investasi kolektif.
    2. Sponsor wajib menyetor sekurang-kurangnya 1% dari jumlah unit penyertaan yang ditetapkan dalam kontrak.
    3. Manajer investasi bertindak sebagai pengelola kekayaan reksadana.
    4. Bank kustodian bertindak sebagai tempat penyimpanan dan pengadministrasian kekayaan reksadana.

     

    1. E. Sifat Reksadana Syariah

    Dilihat dari sifatnya, reksadana dikelompokkan menjadi:

    1. Reksadana tertutup berbentuk perseroan

    Reksadana tertutup adalah reksadana yang tidak dapat membeli kembali saham-saham yang telah dijual kepada pemodal.

    Karakteristik reksadana ini adalah:

    1. saham reksada dicatat di bursa efek
    2. pada umunya hanya 1 kali melakukan penawaran
    3. pemodal tidak dapat menjual kembali saham reksadana yang dimilkinya kepada perusahaan reksadana atau manajer investasi
    4. jual beli saham reksadana dilakukan di bursa efek dengan harga di atas ( dengan premium) atau di bawah ( dengan diskon) dari nilai aktif bersih ( NAP).

    Komponen keuntungan investor adalah saham biasa yaitu:

    1.     dividen

    2.     saham bonus

    3.     capital again

     

    1. Reksadana terbuka berbentuk perseroan

    Reksadana terbuka adalah reksadana yang dapat menawarkan dan membeli saham-sahamnya dari pemodal sampai dengan sejumlah modal yang telah dikeluarkan.

    Karakteristiknya:

    1. saham reksada tidak dicatat dibursa efek
      1. pemodal dapat menjual kembali saham reksadana yang dimilikinya pada manajer investasi atas beban rekening reksadana atau rekenin sendiri
      2. harga jual beli saham reksadana berdasarkan nilai aktiva bersih

    Komponen:

    1. dividen income (DI)

    2. capital gain distribution (CGD)

    3. net change NAV (NCIN)

     

    1. Reksadana berbentuk KIK hanya bersifat terbuka

    Pemodal dapat menjual kembali unit penyertaan reksadana yang dimilikinya kepada manajer investasi atas beban rekening atau beban rekening reksadana.

    Karakteristiknya :

    1. unit penyertaan tidak tercatat di bursa efek
    2. pemodal dapat menjual kembali unit penyertaan rekasadana yang dimilikinya manajer investasi atas beban rekening atau beban rekening reksadana
    3. harga jual beli unit penyertaan berdasarkan nilai aktiva bersih

     

    Dilihat dari portofolio investasinya atau kemana kumpulan dana diinvestasikan, reksa dana dapat dibedakan menjadi:

    1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Fund)

    Reksadana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan memelihara modal.

    1. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed income fund)

    Reksadana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang. Reksadana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari pada Reksadana Pasar Uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.

    1. Reksadana Saham (Equty Fund)

    Reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis reksadana sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.

    1. Reksadana Campuran (Discretionary Fund)

    Reksadana jenis ini melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas (contoh: saham) dan efek bersifat utang (contoh: obligasi).

     

    Reksadana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih yang dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang sejalan dengan prinsip syariah.

    Reksadana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksadana konvensional. Namun memiliki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling tampak adalah proses screening dalam mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan seterusnya. Reksadana Syariah di dalam investasinya tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan return yang tinggi. Tidak hanya melakukan maksimalisasi kesejahteraan yang tinggi terhadap pemilik modal, tetapi memperhatikan pula bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada pada aspek investasi pada perusahaan yang memiliki produk halal dan baik yang tidak melanggar aturan syariah.

     

    1. F. Keuntungan Reksadana Syariah

    Reksadana syariah memiliki beberapa keuntungan yang dapat diberikan kepada investor, antara lain:

    1. Diversifikasi investasi

    Divesifikasi yang terwujud dalam bentuk portofolio akan menurunkan tingkat risiko. Reksadana melakukan diversifikasi dalam berbagai instrumen efek, sehingga dapat menyebarkan risiko atau memperkecil risiko. Investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil risiko. Hal ini berbeda dengan pemodal individual yang misalnya hanya dapat membeli satu atau dua jenis efek saja.

    b.   Kemudahan Investasi

    Reksadana mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Kemudahan investasi tercermin dari kemudahan pelayanan administrasi dalam pembelian maupun penjualan kembali unit penyertaan. Kemudahan juga diperoleh investor dalam melakukan reinvestasi pendapatan yang diperolehnya sehingga unit penyertaannya dapat terus bertambah.

    c.   Efisiensi biaya dan waktu

    Karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor, maka biaya investasinya akan lebih murah bila dibandingkan dengan jika investor melakukan transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang dilakukan oleh manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi investor untuk memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.

    d.   Likuiditas

    Pemodal dapat mencairkan kembali saham/unit penyertaan setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana, sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya. Reksa dana wajib membeli kembali unit penyertaannya, sehingga sifatnya menjadi likuid.

    e.   Transparansi Informasi

    Reksadana diwajibkan memberikan informasi atas perkembangan portofolio dan biayanya, secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang unit penyertaan dapat memantau keuntungan, biaya dan risikonya.

     

    Manfaat yang diberikan reksadana syariah bagi pemerintah dan bursa efek yaitu:

    1. memobilisasi dana masyarakat
    2. meningkatkan peranan swasta nasional dalam menghimpun dana masyarakat
    3. mendorong perdagangan surat-surat berharga dipasar modal indonesia
    4. dapat mengoreksi tingkat bunga

    1. G. Risiko Investasi dengan Reksadana syariah
      1. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan

    Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolia reksadana tersebut.

     

     

    1. Risiko Likuiditas

    Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi akan mengalami kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut.

    1. Risiko politik dan ekonomi

    Perubahan kebijakan ekonomi politik dapat mempengaruhi kinerja bursa dan perusahaan sekaligus. Dengan demikian harga sekuritas akan terpengaruh yang kemudian mempengaruhi portofolio yang dimiliki reksadana.

    1. Risiko Pasar

    Hal ini terjadi karena nilai sekuritas di pasar efek memang berfluktuasi sesuai dengan kondisi ekonomi secara umum. Terjadinya fluktuasi di pasar efek akan berpengaruh langsung pada nilai bersih portofolio, terutama jika terjadi koreksi atau pergerakan negatif.

    1. Risiko Inflasi

    Terjadinya inflasi akan menyebabkan menurunnya total real return investasi. Pendapatan yang diterima dari investasi dalam reksa dana bisa jadi tidak dapat menutup kehilangan karena menurunnya daya beli (loss of purchasing power).

    1. Risiko Nilai Tukar

    Risiko ini dapat terjadi jika terdapat sekuritas luar negeri dalam portofolio yang dimiliki. Pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi nilai sekuritas yang termasuk foreign invesment setelah dilakukan konversi dalam mata uang domestik.

    1. Risiko Spesifik

    Risiko ini adalah risiko dari setiap sekuritas yang dimiliki. Disamping dipengaruhi pasar secara keseluruhan, setiap sekuritas mempunyai risiko sendiri-sendiri. Setiap sekuritas dapat menurun nilainya jika kinerja perusahaannya sedang tidak bagus, atau juga adanya kemungkinan mengalami default, tidak dapat membayar kewajibannya

    1. H. Hubungan antara Investor dan Reksadana Syariah

    Hubungan antara investor dengan lembaga yang menangani rekasadana syariah antara lain:

      1. akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah  / qiradh
      2. saham reksadana syariah dapat diperjual belikan
      3. kegiatan investasi reksadan;
    1. reksadana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah
    2. akad yang dilakukan dengan emiten dapat dilakukan melalui mudharabah (qiradh) atau musyarakah
    3. dibolehkan melakukan jual beli saham

    1. I. Kinerja reksadana syariah

    Ada dua hal penting yang harus dipertimbangkan dalam mengukur kinerja reksadana syariah , yaitu:

    1. tingkat hasil ( rate of return) yang diperoleh sama atau lebih besar dari tingkat hasil portofolio ( return portofolio) tertentu dengan resiko yang sama atau lebih kecil dari tingkat resiko pasar ( market risk)
    2. melakukan diversifikasi sehingga dapat mengeliminir risiko yang tidak sistematis yang diukur dengan menghitung korelasi antara tingkat hasil reksasana syariah dengan tingkat hasil portofolio pasar modal.

    1. J. Memonitor kinerja Reksadana Syariah

    Investor reksadana syariah harus selalu memantau investasinya dengan cara selalu melihat prospektus, keadaan pasar saat itu , juga melihat kinerja dari fund manager yang mengelola dananya. Maka hal-hal yang perlu dipantau antara lain;

    1. total hasil investasi
    2. perkembangan NAB
    3. c. Laporan periodik

    K.        Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Investasi Di reksadana Syariah

    Yang perlu diperhatikan antara lain:

    1. kelembagan dalam syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang
    2. 10

      hubungan investor dengan perusahaan akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah

    1. kegiatan investasi dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentang an dengan syariah
    2. seorang manajer investasi dalam reksadana syariah tidak dibenarkan melakukan spekulasi dan memberikan kepastian berapa nominal keuntungan yang akan diperoleh
    3. disamping investasi secara mandiri atau secara langsung, investor juga dapat meminta pihak lain yang dipercaya dan dipandang lebih memiliki kemampuan untuk mengelola investasi.

    1. L. Pengawasan Reksadana Syariah

    Sama halnya dengan eksistensi reksadana konvensional, maka reksadana syariah juga memerlukan pengawasan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) selaku institusi yang memiliki otoritas di pasar modal. Pengawasan yang diberikan oleh Bapepam tersebut dilakukan dalam kerangka fungsi ajudikator (adjudicatory). Oleh karena itu, Bapepam dapat melakukan segala tindakan yang bersifat judisial (judicial power) seperti mencabut ijin usaha atau melarang pihak-pihak tertentu yang melakukan pelanggaran di bidang pasar modal untuk melakukan kegiatan usahanya (Munir Fuady, 1996 : 117-118).

    Selain pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam maka terhadap reksadana syariah juga memerlukan pengawasan dari lembaga yang memiliki pemahaman tentang kaidah-kaidah investasi syariah. Adapun lembaga pengawas tersebut dikenal dengan nama Dewan Syariah Nasional.

    Pada dasarnya, eksistensi dari Dewan Syariah Nasional tersebut, tidak hanya dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap reksadana syariah saja, tetapi juga untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah lainnya, seperti perbankan syariah. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional adalah bersifat substantif, dalam arti bahwa Dewan Syariah Nasional hanya mengawasi terhadap seluruh tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh reksadana syariah tersebut telah sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan bahwa reksadana syariah memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan reksadana konvensional

     

    1. M. Operasionalisasi Reksadana Syariah

    Akad-akad yang terjadi dalam melakukan transaksi di reksadana syariah adalah akad wakalah dan mudhorobah. Antara pemodal dan manajer dan investasi dilakukan dengan system wakalah, dan antara manajer inventaris dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah.

    Dalam reksadana syariah, pemilik dana memberikan keprecayaan kepada manajer investasi yang memberi jasa untuk menempatkan dana tersebut dalam suatu kegiatan dari pemilik usaha sesuai dengan pedoman pemenpatan (investasi) yang disepakati. Seluruh bagi hasil (positif dan negative) yang diterima oleh manajer investasi dari pemilik usaha sebagai manfaat dari pemakian dana dalam kegiatan dari pemilik usaha tersebut adalah hak pemilik dana. Oleh kerena manajer investasi telah memberikan jasanya dalam mengelola dana dari investor maka berhak mendapat imbalan (fee).

    Skema Mekanisme Operasional reksadana Syariah

    Karekteristik sistem mudhadabah adalah :

    1. Pembagian keuntungan antara pemodal (shahibul maal) yang diwakili oleh manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proposisi yang telah disepakati kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai wakil dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.
    2. Pemodal hanya menanggung resiko sebesar dan hanya telah diberikan.
    3. Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung resiko kerugian atas investasi yang dilakukan sepanjang bukan karena kelalaiannya.

     

    Prinsip operasional yang digunakan di reksadana syariah adalah prinsip mudharabah atau Qiradh. Prinsip mudharabah diartikan sebagai sebuah ikatan atau sistem dimana seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh dari hasil pengelola tersebut dibagi antar kedua belah pihak sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak. Investasi yang dilakukan manajemen investasi hanya pada instrument keuangan yang sesuai dengan syariat Islam.

    Sebagai konsekuensi logis adalah memperoleh keuntungan untuk menanggung resiko kerugian. Demikian pula investasi yang terjadi di reksadana syariah, pihak-pihak yang terlibat kan memperoleh keuntungan atau menanggung resiko apabila investasi mengalami kerugian.

    \

    Pembagian keuntungan di reksadana syariah mengacu kepada prinsip operasional yang digunakan. Oleh kerena prinsip mudharabah yang digunakan, maka pihak-pihak yang terlibat dalam reksadana syariah sama-sama memperoleh keuntungan atau sama-sama menanggung resiko (profit and loss sharing).

    Unsur terpenting yang terlibat dalam pembagian keuntungan itu adalah emiten manajer investasi dan investor. Pertama-tama emiten yang mendapat keuntungan, kemudian keuntungan itu dibagi secara profesional dengan investor melalui manajer investasi, sedangkan manajer investasi mendapatkan fee dari investor.

     

    1. N. Perbedaan reksadana Syariah dan konvensional

    Kegiatan reksadana yang ada sekarang masih banyak mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Ada beberapa hal yang membedakan antara reksadana konvensional dan reksadana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam investasi syariah ini.

    1. Kelembagaan

    Dalam syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksadana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah Dewan Pengawas Syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip investasinya.

    1. Hubungan Investor dengan Perusahaan

    Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksadana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.

    c.   Kegiatan Investasi ReksaDana

    Dalam melakukan kegiatan investasi reksadana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah.Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.

    Dalam melakukan transaksi Reksadana Syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya. Demikianlah uraian singkat mengenai reksadana syariah dan beberapa ketentuan serta prinsip yang harus dijalankan. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan anda dalam hal umum mengenai investasi syariah.

    1. O. Prospektus Reksadana

    Buat sebagian orang mungkin prospektus merupakan dokumen yang garing dan membosankan. Tapi sesungguhnya prospektus adalah bacaan wajib yang perlu dipahami dan dijadikan acuan sebelum investor melakukan investasi di reksadana. Biasanya prospektus mendeskripsikan satu jenis reksadana, namun kadang mendeskripsikan juga beberapa reksadana sekaligus yang dikelola oleh perusahaan pengelola reksadana yang sama. Periode perhitungan reksadana biasanya dimulai 1 Januari berakhir 31 Desember. Pada tiap periode tersebut biasanya prospektus diterbitkan oleh perusahaan pengelola reksadana.

    P. Pilihan Reksadana Syari’ah di Indonesia

    Sebelas reksadana syariah telah ditawarkan kepada masyarakat terkategori pada reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran. Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang sebagian besar komposisi portofolio-nya di efek berpendapatan relatif tetap seperti; Obligasi Syariah, SWBI, CD Mudharabah, Sertifikat Investasi Mudharabah antar bank serta efek-efek sejenis. Tahun lalu reksadana pendapatan tetap bisa memberikan keuntungan sekitar 13-14 persen.

     

     

    Yang termasuk reksadana syariah jenis ini antara lain;

    1. BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004),
    2. Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004),
    3. PNM Amanah Syariah (2004),
    4. Big Dana Syariah (2004) dan
    5. I-Hajj Syariah Fund (2005).

     

    Sedangkan reksadana campuran merupakan reksadana yang sebagian besar komposisi portofolio ditempatkan di efek yang bersifat ekuitas seperti saham syariah (JII) yang memberikan keuntungan relatif lebih tinggi. Rata-rata keuntungan yang bisa dibukakan investor pada reksadana ini tahun lalu sekitar 23 persen. Dari pengamatan rutin yang dilakukan terlihat Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit-nya seluruh reksadana syariah terus merangkak naik, pertanda kinerjanya baik.

    Termasuk dalam reksadana ini adalah:

    1. Reksadana PNM Syariah (sejak tahun 2000),
    2. Danareksa Syariah Berimbang (2000),
    3. Batasa Syariah (2003),
    4. BNI Dana Plus Syariah (2004),
    5. AAA Syariah Fund (2004) dan
    6. BSM Investa Berimbang (2004).

     
  • icanende 1:54 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Pasar Modal Syariah 

    A. Pengertian Pasar Modal Syariah

    Pasar modal syariah (Islamic Stock Exchange) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah perusahaan public yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga profesi yang berkaitan dengannya, dimana semua produk dan meknisme operasional tidak bertentangan dengan syariat islam.

    Sistem mekanisme pasar modal konvensional yang mengandung riba, maisir, dan gharar selama ini telah menimbulkan keraguan dikalangan umat islam. Sedangkan pasar modal syariah merupakan tempat atau sarana bertemunya penjual dan pembeli instumen keuangan syariah yang dalam bertransaksi berpedoman pada ajaran islam dan menjauhi hal-hal yang dilarang, seperti penipuan dan penggelapan. Di Indonesia, pasar modal yang menerapkan sistem syariah Islam dalam operasionalnya sementara ini masih dalam bentuk indeks, yaitu Jakarta Islamic Indeks (JII) pada PT. Bursa Efek Indonesia.

    Ditinjau dari segi landasan hukum positif Indonesia , sampai saat ini belum terdapat undang-undang khusus pasar modal syariah kecuali dalam bentuk keputusan ketua badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. kep. 130/BI/2006 rentang Penerbitan Efek Syariah pada tanggal 23 November 2006. Meskipun demikian, praktik investasi secara syariah sudah berjalan sejak pertengahan 1997 melalui instumen pasar modal berbasis syariah, yaitu reksadana syariah dan obligasi syariah yang dikeluarkan indosat pada tahun 2002.

    Produk investasi berupa saham pada prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran islam. Pengertian saham itu sendiri merupakan surat berharga yang mempresentasikan penyertaan modal kedalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip syariah penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip syariah. Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip syariah. Saham menjadi halal jika saham tersebut dikeluarkan oleh perusahaan yang kegiatan usahanya bergerak dibidang yang halal dan/ atau dalam niat pembelian saham tersebut adalah untuk investasi, bukan untuk spekulasi (judi). Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM).

    B. PERKEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH

    Pada industri Pasar Modal, prinsip syariah telah diterapkan pada instrumen obligasi, saham dan fund (Reksa Dana). Adapun Negara yang pertama kali mengintrodusir untuk mengimplementasikan prinsip syariah di sektor pasar modal adalah “Jordan dan Pakistan”, dan kedua negara tersebut juga telah menyusun dasar hukum penerbitan obligasi syariah.
    Langkah awal perkembangan pasar modal syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya reksadana syariah pada 25 juni 1997, lalu diikuti dengan diterbitkannya obligasi syariah pada tahun 2002. dan pada tanggal 3 juni 2000 telah hadir Jakarta Islamic Index (JII) di mana saham-saham yang tercantum di dalam indeks ini sudah ditentukan oleh dewan syariah.

    Pada 14 Maret 2003 yang lalu, pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Boediono, Bapepam dan MUI secara resmi meluncurkan pasar modal syariah. Hal ini dilakukan bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).
    Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah. Perkembangan selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Indosat menerbitkan Obligasi Syariah Mudharabah Indosat senilai Rp 100 milyar pada Oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah Indosat ini diikuti Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Namun dari waktu penerbitan terlihat pergeseran akad melandasi obligasi tersebut.

    Obligasi yang terbit tahun 2004 sampai 2006 sebagian besar menggunakan akad ijarah. Sedangkan obligasi yang terbit tahun 2002 dan 2003 menggunakan akad mudharabah. Keluarnya fatwa Obligasi Ijarah tahun 2004 telah mendorong sebanyak 7 (tujuh) emiten mendapat pernyataan efektif dari Bapepam untuk dapat menawarkan Obligasi Syariah Ijarah dengan total nilai emisi sebesar Rp.642 Miliar. Sehingga sampai dengan akhir 2004 ini, secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) obligasi syariah dengan total nilai emisi sebesar Rp.1,38 triliun. Hal ini berarti bahwa jumlah obligasi syariah telah tumbuh sebesar 116,67% dan nilai emisi obligasi syariah tumbuh sebesar 86,7% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003

    Dari segi kemunculannya, sukuk mengalami berbagai tahapan pengembangan. Setelah bank syariah muncul dan menunjukan perkembangan positif, usaha mengimplementasikan ekonomi dalam bidang pasar modal pun dimulai sejak tahun 1978 di Yordania di manapemerintah Yordan mengizinkan Jordan Islamic Bank untuk menerbitkan obligasi islam yang bernama Muqaradah Bonds. Usaha ini dilanjutkan dengan munculnya sebuah undang-undang Negara Yordania yang bernama Muqaradah Bond Act, pada tahun 1981. usaha mempraktikan obligasi syariah diikuti pula oleh pemerintah Pakistan dengan meneluarkan sebuah undang-undang tentang obligasi syariah tentang Mudarabah Companies and Mudarabah Flotation and Control Ordinance pada tahun 1980. Ringkasnya, perkembangan sukuk ditandai oleh beberapa peristiwa berikut ini:
    1. Yordania adalah negara pertama penerbit sukuk domestic dan sekaligus Negara pertama yang menerbitkan undang-undang tentang sukuk bernama Muqaradah Bond Act, pada tahun 1981.
    2. Malaysia merupakan Negara pertama penerbit sukuk global (2002).
    3. IDB adalah lembaga keuangan internasional pertama dalam penerbitan sukuk.
    4. Jerman adalah Negara non islam pertama penerbit sukuk.

    C. PRINSIP SYARIAH DALAM PASAR MODAL

    Saat dibukanya penawaran umum pada pasar perdana, terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan baik oleh investor maupun oleh emiten, yaitu:
    a. Instrument atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip syariah, seperti saham syariah dan sukuk yang terbebas dari unsure riba dan gharar.
    b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah: baik berupa saham ataupun sukuk harus mentaati semua aturan syariah.
    c. Semua efek harus berbasis pada harta (berbasis asset) atau transaksi yang riil (‘ain), bukan mengharapkan dari kontrak utang piutang.
    d. Semua transaksi tidak mengandung ketidakjelasan yang berlebihan (gharar) atau spekulasi murni.
    e. Mematuhi semua aturan islam yang berhubungan dengan utang piutang, seperti tidak dibenarkan jual beli dengan cara diskon.

    Prinsip-prinsip dan fundamental Al-Qur’an yang dapat dibangun dalam tataran muamalah, khususnya dalam pembiayaan dan investasi keuangan antara lain:
    a) Pembiayaan atau investasi hanya dapat dilakukan pada asset atau kegiatan usaha yang halal, spesifik dan bermanfaat.
    b) Uang merupakan alat Bantu pertukaran nilai.
    c) Akad yang terjadi antara pemilik harta dengan emiten harus jelas.
    d) Baik pemilik harta maupun emiten tidak boleh mengambil risiko yang melebihi kemampuannya dan dapat menimbulkan kerugian.
    e) Penekanan pada mekanisme yang wajar dan kehati-hatian baik pada investor maupun emiten.

    Konsekuensi dari prinsip-prinsip tersebut, dalam tataran operasional pasar modal syariah harus memenuhi criteria berikut:
    a. Efek yang diperjualbelikan harus merupakan representasi dari barang dan jasa yang halal.
    b. Informasi harus terbuka dan transparan, tidak boleh menyesatkan dan tidak ada manipulasi fakta.
    c. Tidak boleh mempertukarkan efek sejenis dengan nilai nominal yang berbeda.
    d. Larangan terhadap rekayasa penawaran untuk mendapatkan keuntungan laba normal, dengan jara mengurangi supply agar harga jual naik.
    e. Larangan untuk merekayasa permintaan untuk mendapatkan keuntungan diatas harga normal dengan cara menciptakan false demand.
    f. Boleh melakukan dua transaksi dalam satu akad, dengan syarat objek, pelaku dan periode yang sama.

    D. FUNGSI PASAR MODAL SYARIAH

    Fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah sebagai berikut:
    a. Memungkinkan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
    b. Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan liquiditas.
    c. Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya.
    d. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dan fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan cirri umum pada pasar modal konvensional.
    e. Memungkinkan investasi pada ekonomi yang ditentukan oleh kinerja bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

    E. KARAKTERISTIK PASAR MODAL SYARIAH

    Karakter yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah adalah :
    a. Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek.
    b. Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan, di mana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang.
    c. Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan pada busa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jangka waktu tidak lebih dari tiga bulan.
    d. Komite manajemen menetapkan Harga Saham Tertinggi (HST) tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari tiga bulan sekali.
    e. Saham tidak boleh diperdagangkan dengan harga lebih tinggi dari HST.
    f. HST ditetapkan dengan rumus :

    HST =

    g. Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalamm satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST.
    h. Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham dalam periode perdagangan dengan harga HST.

    Agar tercipta pasar saham yang adil, maka shareholder dilarang berpartisipasi dalam perdagangan dan tidak diperbolehkan untuk mempunyai orang yang bermain dalam pasar saham. Pasar saham juga harus bebas dari penipuan, praktik-praktik yang dapat merugikan investor, dan pencegahan adanya insider trading.

    F. INSTRUMEN PASAR MODAL SYARIAH

    Untuk menghasilkan instrument yang benar-benar sesuai dengan syariah, telah dilakukan upaya-upaya rekonstruksi terhadap surat berharga di antaranya:
    a. Penghapusan bunga tetap dan mengalihkannya ke surat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan kerugian serta tunduk pada kaidah al-ghunmu bil ghunmi (keuntungan/penghasilan berimbang dengan kerugian yang ditanggung).
    b. Penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunga, sehingga menjadi seperti saham biasa.

    c. Pengalihan obligasi ke saham biasa.
    Berdasarkan kaidah tersebut, maka diterbitkanlah instrument pasar modal syariah dengan prinsip-prinsip berikut :

    a) Muqaradah/mudharabah funds
    Dana yang berbentuk saham yang memberikan kesempatan kepada investor untuk bersama-sama dalam pembiayaan atau investasi dengan perjanjian bagi hasil dan bagi risiko (profit and loss sharing).

    b) Muraqadhah/mudharabah bonds
    Salah satu bentuk obligasi yang sesuai dengan ketentuan syariah adalah obligasi berdasarkan prinsip mudharabah. Jenis obligasi ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk tujuan pembiayaan proyek-proyek tertentu atau proyek yang terpisah dari kegiatan perusahaan yang bersifat jangka panjang.

    Dan setelah resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003, instrumen-instrumen pasar modal berbasis syariah yang telah terbit sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:

    1. Saham Syariah
    Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). JII dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui index ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah.
    Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
    Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
    Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
    Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
    Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
    Selain kriteria diatas, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII, Bursa Efek Indonesia melakukan tahap-tahap pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu:
    Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
    Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang meiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.
    Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
    Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.

    Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan penentuan komponen index pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

    2. Obligasi Syariah
    Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

    Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:

    Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yg bertentangan dengan syariah Islam diantaranya: (i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yg memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (iv) usaha yg memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang2 ataupun jasa yg merusak moral dan bersifat mudarat.

    Peringkat investment grade: (i) memiliki fundamental usaha yg kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yg kuat; (iii) memiliki citra yg baik bagi publik.

    Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen JII.

    Di Indonesia terdapat dua skema obligasi syariah yaitu obligasi syariah mudharabah dan obligasi syariah ijarah. Obligasi syariah mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten. Sedangkan obligasi syariah ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/ diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.
    Dalam perdagangan obligasi syariah, menurut Muhammad Gunawan tidak boleh diterapkan harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan pada obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah al-hawalah (transfer service atau pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil), sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.

    3. Reksa Dana Syariah
    Reksa Dana Syariah merupakan Reksa Dana yang mengalokasikan seluruh dana/portofolio kedalam instrument syariah seperti saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Indeks (JII), obligasi syariah, dan berbagai instrument keuangan syariah lainnya. Perdagangan Reksa Dana Syariah, manajer investasi menawarkan kepada pembeli Reksa Dana Syariah yang bersifat jangka pendek di pasar uang dan Reksa Dana Syariah jangka panjang di pasar saham. Misalnya Danareksa Syariah mengalokasikan 80% investasinya di saham dan 20% di pasar uang atau surat utang. Keuntungan yang diperoleh investor dalam Reksa Dana Syariah ini sangat bergantung pada bagaimana manajer investasi menginvestasikan dana yang dikelolanya. Reksadana syariah tumbuh sangat mengesankan, sebelumnya pada tahun 2003 hanya ada 3 (tiga) reksa dana syariah yang efektif, kemudian bertambah secara kumulatif menjadi 10 (sepuluh) reksa dana syariah sampai dengan akhir 2004.

    Dan adapun instrument yang diharamkan dalam pasar modal syariah adalah :
    1. Preferred Stock (saham istimewa)
    Saham jenis ini diharamkan oleh ketentuan syariah karena terdapat dua karakteristik utama, yaitu:
    a. Adanya keuntungan tetap (pre-determinant revenue). Hal ini menurut kalangan ulama dikategorikan sebagai riba.
    b. Pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa terutama pada saat likuidasi. Hal ini mengandung unsur ketidakadilan.

    2. Forward Contract Forward contract
    Diharamkan karena segala bentuk jual beli utang (dayn bi dayn) tidak sesuai dengan syariah. Bentuk kontrak forward ini dilarang dalam Islam karena dianggap jual beli utang/piutang terdapat unsur ribawi, sedangkan terjadinya transaksi jual beli dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo.

    3. Option
    Option merupakan hak, yaitu untuk membeli dan menjual barang yang tidak disertai dengan underlying asset atau real asset. Transaksi option ini bersifat tidak ada (non exist) dan dinilai oleh kalangan ulama bahwa kontrak option ini termasuk future, yaitu mengandung unsur gharar (penipuan/spekulasi) dan maysir (judi).

    4. Transaksi margin on trading
    Bentuk transaksi ini dilarang karena hal-hal berikut :
    Kondisi di mana sisa harga akad yang belum dibayar dengan imbalan berupa bunga yang diharamkan oleh syariah.
    Surat berharga yang menjadi objek akad dijadikan jaminan pada pialang yang mengambil manfaat dari keuntungan.
    Adanya dua akad secara bersamaan dalam satu akad, yaitu akad jual beli dan utang.
    Transaksi ini menimbulkan ketidakadilan, karena hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain.
    Adanya praktik perjudian atas surat berharga.

    5. Transaksi short selling
    Merupakan suatu bentuk transaksi jual beli, di mana penjualan terhadap surat berharga belum dimiliki pada waktu akad. Transaksi ini dilarang dalam Islam karena memiliki unsur-unsur yang bersifat spekulatif dan penipuan.
    Pasar modal syariah harus membuang jauh-jauh setiap transaksi yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal konvensional yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu seperti insider trading dan manipulasi pasar dengan membuat laporan keuangan palsu dilarang dalam pasar modal konvensional.

    G. Indeks Syariah
    Dalam konteks ekonomi islam, pada pola investasi syariah, equity fund dan indeks saham syariah pertama kali justru diluncurkan di Negara yang selama ini sangat alergi terhadap islam, yaitu Amerika Serikat. Equity fund pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1986 ole The North America Trust. Sementara Dow Jones Indeks pertama kali memperkenalkan indeks syariah pada tahun 1999 dengan membentuk Dow Jones Islamic Market Indeks (DJIM). Dow Jones Islamic Index (DJII), pionir indeks saham Islam ini prtama kali diluncurkan pada 8 Febuari 1999 di Manama, Bahrain. Pencetus dan perintis ide tersebut adalah A. Rushdi Shiddiqui, yang sebelumnya bekerja sebagai analisis saham disebuah perusahaan investment bank Wall Street sebagai analisis.
    Ada dua hal utama dalam pasar modal syariah yaitu indeks Islam dan pasar modal syariah itu sendiri. Indeks Islam menunjukkan pergerakan harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai syariah, sedangkan pasar modal syariah merupakan institusi pasar modal sebagaimana lazimnya yang diterapkan berdasarkan “prinsip-prinsip syariah.”
    Indeks Islam tidak hanya dapat dikeluarkan oleh pasar modal syariah saja tetapi juga oleh pasar modal konvensional. Bahkan sebelum berdirinya institusi pasar modal syariah di suatu negeri, bursa efek setempat yang tentu saja berbasis konvensional terlebih dahulu mengeluarkan indeks Islam. Di Bursa Efek Jakarta misalnya, PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) sebelum pasar modal syariah sendiri diresmikan.
    Jakarta Islamic Index (JII) merupakan sumber dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diluncurkan pada tanggal 3 juli 2000 dan menggunakan tahun 1 Januari 1995 sebagai base date (dengan nilai 100). JII melakukan penyaringan (filter) terhadap saham yang listing (terdaftar). Rujukan dalam penyaringannya adalh fatwa syariah yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional (DSN).
    Terdapat perbedaan mendasar antara indeks konvensional dengan indeks Islam adalah indeks konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada emiten yang menjual sahamnya di bursa bergerak di sektor usaha yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat merusak kehidupan masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003 yang lalu, di Australia ada rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke bursa efek setempat.
    Berdasarkan Fatwa DSN, maka proses sleksi emiten dalam saham syariah yang merupakan contoh yang masuk dalam kelompok Jakarta Islamic Index (JII).

    Filter syariah bukan satu-satunya syarat yang menjamin emiten masuk ke JII. Ada dua syarat tambahan yang harus dipenuhi, yaitu saham emiten haus memiliki nilai kapitalisasi yang cukup besar di bursa, ini bisa dilihat dari jumlah saham yang dikeluatkan dan harga perlembar saham mempunyai harga yang baik serta saham yang diterbitkan harus sering ditransaksikan (likuid). Maka yang terpilih hanyalah emiten unggulan yang lulus uji untuk tiga kategori: seleksi syariah, seleksi nilai kapitalisasi dan seleksi volume transaksi.

    Perkembangan di lantai Bursa
    Perkembangan transaksi saham syariah di Bursa Efek Jakarta bisa
    digambarkan bahwa, berdasarkan lampiran Pengumuman BEJ No. Peng-499/BEJDAG/U/12-2004 tanggal 28 Desember 2004, bahwa daftar nama saham tercatat yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) untuk periode 3 Januari 2005 s.d Juni 2005 adalah sebagai berikut :

    Adapun kinerja saham-saham syariah yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) dimaksud juga mengalami perkembangan yang cukup baik, hal ini terlihat dari kenaikan index JII sebesar 37,90% dari 118,952 pada akhir tahun 2003 menjadi 164,029 pada penutupan akhir tahun 2004. Begitu pula nilai kapitalisasi saham-saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan sebesar 48,42% yaitu dari Rp.177,78 Triliun pada akhir Desember 2003 menjadi Rp.263,86 Triliun pada penutupan akhir Desember 2004.

    H. Prinsip-prinsip Umum Investasi Syariah

    1. Prinsip halan dan tayyib
    Pembiayaan dan investasi hanya dapat dilakkan pada aset atau kegiatan usaha yang halal, tayyib, tidak membahayakan, bermanfaat dan merupakn kegiata usaha yang spesifik dan dapat dilakukan bagi hasil dari manfaat yang timbul.
    2. Prinsip transparansi guna menghindari kondisi yang gharar (sesuatu yang tidak diketahui pasti akan kebenarannya) dan berbau maisir.
    3. Prinsip keadilan dan persamaan
    Kebijakan pengambilan keuntungan senantiasa diarahkan pada suatu kegaitan bisnis yang berorientasi pada pendekatan proses dan cara yang benar dalam emmperoleh keuntungan, buakn pendekatan yang semata mengedepankan besarab nominal hasil keuntungan yang diperoleh.
    4. Dari segi penawaran (suply) maupun permintaan (demand), pemilik harta (investor) dan pemilik usaha (emiten) maupun bursa dan self regulating organization lainnya tidak boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar.

    Mekanisme Bursa Efek

    Secara umum, mekanisme bursa efek yang wajar menurut syariah meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
    a. Syariah melarang suatu pihak untuk mejual (efek) yang belum dimiliki.
    b. Kewajaran penawaran –menganggu jumlah efek yang beredar-. Syariah melarang gangguan penawaran yang dicontohkan dengan menimbun barang dan membeli hasil pertanian dari petani sebelum komoditas tersebut sampai di pasar. Kondisi penawaran dalam pasar modal adalah fungsi dari jumlah efek yang beredar (free float), distribusi kepemilikan, jumlah investor dan likuiditas perdagangan.

     
  • icanende 1:52 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Asuransi Syariah 

    1. A. Pengertian Asuransi Syariah

    Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda yaitu assurantie (asuransi), yan dalam hukum Belanda disebut verzekering yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa Inggris, asuransi disebut insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan.

    Sedangkan asuransi syariah menurut definisi Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling mellindungi dan tolong menolong  di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk asset atau taba’ru yang memberikan pola pengembalian utuk menghadapi resiko atau bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

    1. B. Dasar Hukum Asuransi Syariah

    a.)  Surat Yusuf : 43-49

    “ Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk system proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan”.

    b.)  Surat Al-Baqarah : 188

    Firman Allah “… dan janganlah kalian memakan harat di antara sekalian dengan jalan yan bathil, dan janganlah kalian bwa urusan harta itu kepada hakim yan dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu”

    c.) Al Hasyr : 18

    ”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan

    1. C. Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

    Perkembangan industri asuransi syariah di Indonesia di awali dengan asuransi syariah pertama Indonesia pada tahun 1994. Saat itu, pt Syarikat Takaful Idonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendkiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan  Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa tUgu Mandiri, Departemen Keuangan RI, seerta beberapa pengusaha Muslim Indonesia.

    Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2Juni 1995. setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi busnis asuransi syariah di Indonesia.

    1. D. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
    No. Perbedaan Asuransi Syariah Asuransi Konvensional
    1 Akad (perjanjian) Takaful (tolong menolong) Tadabuli (jual beli)
    2 Gharar (ketidakpastian)   Tidak ada batasan waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggunng
    3 Tabbaru dan tabungan Dana tabbaru disimpan direkening khusus apabila ada yang tertimpa musibah diberikan dana tabbaru Tidak ada
    4 Maisir (judi) Tidak ada Ada ( pemegang polis tidak mengetahui darimana dan bagaiman cara perusahaan asuransi membayarkan uang pertangguangan
     

    5

     

    Riba

     

    Tidak ada (menyimpan uanng di bank dengan system mudharabah)

     

    Dana diinvestasi dengan sistem bunga

    6 Dana hangus Tidak ada Ada
    7 Konsep taawun Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah dengan perusahaan Keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan
    8 Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi manajemen, produk, serta kebijakan investasi Tidak ada Dewan Pengawas Syariah

     

    E. Premi Asuransi Syariah

    1. Premi Ta’awun

    • Premi ta’awun, atau yang disebut sebagai premi proteksi pada Asuransi Konvensional adalah untuk menolong Peserta Asuransi yang sedang menghadapi musibah, serta boleh pula digunakan untuk berbagai kebajikan lainnya.
    • Uang yang dibayarkan oleh Pemegang Polis/Peserta Asuransi, yang secara tulus ikhlas dan tidak untuk diminta kembali, yang ditujukan untuk tolong-menolong.
    • Premi Ta’awun bukan menjadi hak milik Perusahaan.  Bila Perusahaan tidak lagi menjalankan usahanya, maka saldo Dana Ta’awun dikembalikan kepada ummat untuk berbagai aktivitas kebajikan.

     

    Kumpulan Dana Ta’awun membentuk Cadangan Premi.

    • Perusahaan Asuransi menginvestasikan Dana Ta’awun dengan sebaik-baiknya dengan bagi hasil antara Perusahaan dengan Pool Dana Ta’awun.
    • Hasil Investasi yang positif akan meningkatkan Cadangan Premi yang berfungsi untuk membayarkan risiko-risiko yang dihadapi dalam melindungi kepentingan peserta Asuransi.
    • Perusahaan Asuransi juga menyediakan sumber dana lain bagi Dana Ta’awun bilamana belum/tidak mencukupi membayar risiko yang dihadapi peserta asuransi.

    2. Premi Wadi’ah (Premi Unsur Tabungan)

    • Surat Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 225/KMK.017/1993, Perusahaan Asuransi boleh pula memasukkan unsur tabungan ke dalam premi sehingga akan terbentuk apa yang disebut dengan Nilai Tunai yang akan dikembalikan kepada Pemegang Polis baik sewaktu mapun di akhir masa asuransi.
    • Kondisi Asuransi Non Syariah saat ini memperlakukan premi unsur tabungan sebagai Premi Proteksi, akibatnya Nilai Tunai sangat kecil.  Salah satu akibatnya animo berasuransi sangat rendah, hanya 10 % dari jumlah penduduk Indonesia.
    • Dengan menerapkan prinsip syariah hal ini dapat diatasi karena Nilai Tunai adalah minimal sama dengan Akumulasi Wadiahnya.
    • Premi Wadi’ah adalah premi yang disetor oleh Pemegang Polis untuk dipergunakan sesuai keperluan masing-masing Pemegang Polis, antara lain:  ONH, Biaya Pendidikan, Kesehatan, dll.
    • Status hukum Premi Wadi’ah adalah titipan, ada ketentuan asuransi yang memuat “ Akad Wadi’ah”.
    • Wadi’ah di sini adalah uang, berarti modal yang dapat dipergunakan untuk berbagai aktivitas dunia usaha.
    • Wadi’ah yang boleh dipergunakan oleh penerima amanah disebut Wadi’ah Yad Dhamanah.

    Dalam operasionalnya wadiah diinvestasikan Perusahaan Asuransi sehingga dapat memperoleh hasil positif, lalu diadakah bagi hasil dengan prinsip Mudharabah.

    • Dalam Akad Mudharabah dana Premi Wadi’ah :  Bilamana investasi mengalami kerugian, pemegang polis tidak turut menanggung kerugian investasi tersebut karena Akad Mudharabah tersebut tidak dapat membatalkan Akad Wadi’ah yang mendasari setoran premi pemegang polis.

    3. Premi Ekstra, Underwriting:

    • Premi Ekstra berkaitan dengan penerimaan bersyarat tertanggung.  Dalam hal ini setelah melalui Underwriting peserta tersebut dapat diterima, namun dengan premi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta lain.  Dengan memperhatikan medical record peserta, dimana seseorang peserta memiliki “peluang” meninggal berbeda.   Hal ini lazim bagi Asuransi konvensional.
    • Dalam Asuransi Syariah tidak dibenarkan mengeksakkan mati, karena masalah kematian adalah sesuatu yang tidak pasti dan tidak dapat diduga secara eksak, maka dalam penetapan premi Asuransi Syariah, seleksi underwriting dipandang sebagai bagian dalam menempatkan keadilan bagi seluruh peserta asuransi, sehingga tidak perlu dikenakan ekstra premi.

    F. Produk Asuransi syariah

    1. Ta’awun Al Khairat

    • Premi hanya berupa Premi Ta’awun
    • Klaim dibayarkan hanya apabila peserta asuransi meninggal dalam masa asuransi dan dibayarkan sekaligus kepada Penerima Manfaat sesuai yang tercantum dalam Polis
    • Produk ini dapat dipergunakan untuk mem-back up perjanjian hutang dengan pihak ketiga, misalnya dengan bank.  Pada Asuransi Konvensional, prinsip ini digunakan dalam produk Asuransi Jiwa Kredit, sedangkan pada Asuransi Syariah berupa produk Asuransi Jiwa Pembiayaan.  Produk ini sekaligus dilengkapi dengan proteksi Personal Accident.

    2. Ta’awun Santunan Keluarga

    • Premi berupa Premi Ta’awun.
    • Klaim dibayarkan apabila peserta asuransi meninggal dalam masa asuransi.
    • Untuk memberikan perlindungan keuangan paripurna bagi keluarga peserta asuransi meninggal.
    • Klaim adalah berupa uang santunan dalam jumlah yang memadai untuk kebutuhan hidup sehari-hari, minimal     Rp. 1.000.000,00 yang diberikan setiap bulan untuk jangka waktu selama 100 bulan. (Ditentukan kemudian sesuai perkembangan).

    3. Wadi’ah Dana Haji

    • Dana wadi’ah untuk tujuan menunaikan ibadah haji.
    • Produk ini untuk  memproteksi niat peserta asuransi untuk menunaikan ibadah haji.
    • Premi terdiri dari Premi Ta’awun dan Premi Wadi’ah.
    • Bila wadi’ahnya cukup, Pemegang Polis dapat menarik seluruh wadi’ahnya untuk menunaikan haji.
    • Klaim wadi’ah dana haji adalah klaim meninggal.  Klaim adalah berupa biaya perjalanan haji untuk seorang Penerima Manfaat baik untuk menghajikan, maupun mem-badal haji-kan peserta asuransi yang meninggal.

    4. Wadi’ah Dana Pendidikan

    • Bertujuan untuk mengelola dana wadi’ah bagi pendidikan.
    • Diterimakan kepada Penerima Beasiswa dan jika Peserta Asuransi meninggal dalam Masa Asuransi.
    • Menjaga kelangsungan pendidikan Penerima Beasiswa serta memberikan perlindungan finansial bagi Penerima Manfaat Asuransi.
    • Waktu pemberian beasiswa dapat ditentukan sesuai kebutuhan.
    • Premi terdiri dari Premi Ta’awun dan Premi Wadi’ah.

    5. Wadi’ah Investasi

    • Bertujuan untuk menyimpan sejumlah uang Pemegang Polis/Peserta Asuransi secara Wadi’ah Yad Dhamanah.
    • Mendapatkan nilai tambah yang halal dari wadi’ahnya serta sekaligus memberikan perlindungan finansial sebesar wadi’ah bagi Penerima Manfaat Asuransi apabila Pemegang Polis/Peserta Asuransi meninggal dalam masa asuransi.
    • Premi terdiri dari Premi Ta’awun dan Premi Wadi’ah.

    6. Wadi’ah Dana Perawatan

    • Manfaat yang diperoleh tersebut meliputi rawat inap maupun biaya pengobatan.  Yang dapat menikmati manfaat tersebut, di samping pemegang polis juga anggota keluarga.
    • Berazas al Mudharabah, sehingga uang yang dikumpulkan perusahaan asuransi setelah diinvestasikan dan memperoleh keuntungan dibagikan kembali kepada pemegang polis sesuai bagi hasil.

    7. Asuransi Syariah Kesehatan Kumpulan

    • Memberikan perawatan terhadap pegawai Perusahaan, Lembaga bila terjadi sakit dan membutuhkan perawatan.
    • Premi yang dibayarkan berupa premi Ta’awun.
    • Bekerjasama dengan rumah sakit provider.

    G. Nilai Tukar Premi

    Program Asuransi yang memiliki Premi Wadi’ah akan memiliki Nilai Tunai minimal sama dengan akumulasi  Wadi’ah/Tabungan dikurangi kalau ada, penggunaan wadi’ah oleh Pemegang Polis.

    • Apabila terdapat bagian hasil investasi yang menjadi hak Pemegang Polis, maka bagian tersebut akan ditambahkan kepada Nilai Tunai.
    • Perhitungan Nilai Tunai Peserta akan sama dengan aktivitas pengelolaan Tabungan Nasabah di perbankan.  Perkembangan Nilai Tunai akan disampaikan kepada pemegang polis secara berkala, sebagaimana halnya Buku Tabungan

    H. Pinjaman Polis

    • Dalam Perusahaan Asuransi Pemegang Polis dapat melakukan Pinjaman Polis terhadap premi unsur tabungan yang telah mereka setor.
    • Pinjaman polis dibatasi lebih kecil dari Nilai Tunai.
    • Bilamana peserta melakukan pinjaman polis, maka Nilai Tunainya akan berkurang sejumlah pinjaman polis.

    I. Sinergi Asuransi dan Perbankan

    • Perusahaan Asuransi menempatkan uang di Bank serta menjadikan Bank sebagai tempat lalulintas transaksi keuangannya.
    • Perusahaan Asuransi dapat memanfaatkan keunggulan IT Bank dalam administrasi keuangan pemegang polis.
    • Dalam Marketing, antara lain asuransi menggunakan Agency, serta door to door service , yang dapat menjadi perpanjangan tangan perbankan dalam memasarkan produk.
    • Bancassurance, bank memperoleh fee dalam memasarkan produk-produk Asuransi.

    J. Perkembangan dan Pertumbuhan Asuransi Syariah di Indonesia

    Indonesia merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembangn kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Indonesia yang berdiri pada tahun 1994.  Pada awal berdirinya, produksi dan aset tidak lebih dari Rp. 20 Milyar. Namun demikian, selama beberapa tahun berikutnya asuransi syariah mengalami stagnasi. Tidak adanya dukungan Pemerintah diyakini menjadi salah satu penyebab utama hal tsb. Para pemain membutuhkan dukungan berupa peraturan yang jelas yang dapat membuat investasi dalam syariah menjadi menarik dan kondusif bagi investor. Selama itu pula asuransi syariah berpegang pada peraturan yang bersifat umum yaitu UU No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.

    Departemen Keuangan kemudian mengeluarkan KMK No. 426/KMK.06/2003 yang sudah mulai memasukkan beberapa peraturan tentang asuransi syariah, termasuk tentang ketentuan modal sebesar Rp. 2 Milyar bagi perusahaan yang ingin membuka cabang syariah. Kemudian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) membuat fatwa no. 21/DSN-MUI/IX/2001 tentang definisi asuransi syariah. Walaupun belum dianggap ideal, namun hal ini dapat dilihat sebagai suatu dukungan kuat Pemerintah dan ulama bagi keberadaan asuransi syariah nasional untuk bertumbuh.

     

    Data Departemen Keuangan menunjukan market share asuransi syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang dibuat aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi dampak yang signifikan sebagaiman dampak dari UU perbankan tahun 1998.

    Dengan sudah adanya kepastian hukum, maka mulai tahun 2001, beberapa perusahaan mulai berminat menggarap asuransi syariah ditandai dengan berdirinya Asuransi Syariah Mubaraqah dan MAA Life Syariah. Total produksi naik menjadi Rp. 109 Milyar dari sebelumnya Rp. 74 Milyar. Lambat laun perusahaan asing pun tidak ragu lagi untuk menanamkan modalnya untuk menggeluti asuransi syariah seperti Tokio Marine dari Jepang. Kemudian Allianz group yang berbasis di Jerman serta Prudential dari Inggris akhirnya juga tertarik untuk fokus menjual produk berbasis syariah. Pada saat ini ada beberapa perusahaan lokal dan asing masih menunggu izin operasional dari Departemen Keuangan. Bila izin sudah keluar, maka tahun 2009 total operator syariah menjadi 40 perusahaan sehingga semakin banyaknya pemain dapat mempercepat perkembangan asuransi syariah.

    Pada tahun 2005, terdapat 23 perusahaan asuransi syariah dimana 3 diantaranya berbentuk perusahaan asuransi syariah yang beroperasi secara full (full-fledged company) dan selebihnya merupakan kantor cabang yang beroperasi secara parsial (window atau office channelling). Total produksi dan aset pada saat itu adalah sebesar Rp. 311 Milyar dan Rp. 620 Milyar. Tahun berikutnya, jumlah operator syariah bertambah menjadi 27 perusahaan yang membuat  produksi serta aset meningkat menjadi Rp. 498 Milyar dan Rp. 918 Milyar. Ini menunjukkan tingkat pertumbuhan sebesar  60% dan 48% masing-masing untuk produksi dan aset.

    Dunia Asuransi syariah di Indonesia terus menggeliat. Pertumbuhan yang signifikan terjadi pada tahun 2007 dimana secara keseluruhan total produksi dan aset asuransi syariah yang terdiri dari asuransi kerugian syariah dan asuransi jiwa syariah telah melampaui angka psikologis Rp. 1 Triliun. Total Kontribusi secara nasional mencapai Rp. 1.3 Triliun yang mencerminkan pertumbuhan sebesar 165% dari tahun sebelumnya. Sedangkan total aset telah meningkat menjadi Rp. 2 Triliun yang menunjukkan kenaikan setara dengan 121% dari tahun 2006.

    Sampai akhir tahun 2007 yang lalu, dengan adanya 35 perusahaan asuransi syariah yang terdiri dari 20 asuransi kerugian syariah ditambah 15 asuransi jiwa syariah, maka total produksi naik menjadi Rp. 1.318.216.350,- sedangkan aset berkembang menjadi Rp. 2.023.802.041.307,-.

    Dari angka tersebut, asuransi kerugian syariah secara total membukukan produksi sebesar Rp. 270 Milyar sedangkan asuransi jiwa syariah sebesar Rp. 1.048 Milyar. Hal ini menunjukan rasio pertumbuhan sebesar 41% dan 242% masing-masing untuk asuransi kerugian syariah dan asuransi jiwa syariah.

    Bila dilihat dari data diatas, maka dalam waktu 7 tahun sejak tahun 2000, asuransi syariah nasional telah meningkat sebesar hampir 18 kali lipat dari Rp. 74 Milyar menjadi Rp. 1.3 triliun.

    Salah satu kunci penting bagi kuat dan kokohnya suatu industri adalah permodalan. Hal ini lah yang menjadi dasar bagi Pemerintah untuk mengeluarkan PP No. 39 Tahun 2008 yang mengatur tentang ketentuan permodalan bagi perusahaan asuransi dan reasuransi konvensional, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah berikut perusahaan pendukung perasuransian seperti broker.

    Khusus untuk asuransi syariah yang berbentuk cabang, maka sampai akhir 2008, persyaratan permodalan adalah sebesar Rp. 5 Milyar. Kemudian naik menjadi Rp. 12.5 Milyar dan 25 Milyar pada akhir tahun 2009 dan 2010. Perusahaan asuransi syariah full memerlukan modal sebesar Rp. 50 Milyar sampai akhir 2010. Ketentuan ini lebih ringan dibandingkan asuransi konvensional yang mensyaratkan modal minimal sebesar Rp. 100 Milyar pada tahun 2010.

     
  • icanende 1:45 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah 

    1. PENGERTIAN

    Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam.

    BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

    BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.

    2. SEJARAH PERKEMBANGAN

    Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

     

    2

    Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya.

    Status hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.

    Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.

    Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.

     

    3

    Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank).

    UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi : Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.

    Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip  Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

    Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat  81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang beradadi Indonesia.

     

    3. PENDIRIAN BPRS

    Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :

    1. Persyaratan Umum
    1. Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI
    2. Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT
    3. Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT
    4. Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II
    5. Wilayah pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS

     

    4

    1. Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil
    2. Modal disetor minimal Rp 50.000.000,-
    3. Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri
    4. Mayoritas direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun

     

    1. Permohonan Izin Arsip
    1. BPRS berbentuk PT
      1. Siapkan modal disetor minimal Rp 15.000.000,-  atau 30% dari total modal disetor
      2. Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya minta persetujuan ke Departemen Kehakiman
      3. BPRS tidak berbentuk PT

    Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait.

    1. Permohonan izin arsip

    Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :

    • Rencana akte pendirian dan AD BPRS
    • Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
    • Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
    • Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah

     

    1. c. Permohonan Izin Usaha

    Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan melampirkan :

    • Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
    • Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI

     

    5

    • Photocopy NPWP BPRS
    • Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
    • Mengirimkan data pengurus BPRS
    • Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS

     

    1. d. Persiapan Pra Operasional BPRS

    BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat – lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.

     

    1. e. Laporan Pembukuan

    Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca Awal.

    1. 4. TUJUAN PENDIRIAN BPRS

    Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111), keterangan tiap-tiap butir ditambahkan oleh penulis.

    1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.

     

    6

    Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usaha-usaha masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtertaan mereka.

    1. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi.
    2. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.

    Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu (Djazuli, 2002: 108)

    1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan.
    2. Meningkatkan pendapatan per kapita
    3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.

    7

    1. Mengurangi urbanisasi.
    2. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
      Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

    5. KEGIATAN USAHA

    Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:

    1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
    2. Memberikan kredit.
    3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
    4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

     

     

    8

    6. KEGIATAN YANG DILARANG (Berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992)

    1. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
    2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
    3. Melakukan penyertaan modal
    4. Melakukan usaha perasuransian
    5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS

    7. PRODUK-PRODUK BPR SYARIAH

    Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah :

     

    1. a. Mobilisasi Dana Masyarakat

    Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll.

    –          Simpanan amanah

    Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan penerimaan titipan ini adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko. Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui pembiayaan kepada nasabah.

    –          Tabungan wadi’ah

    Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah. Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.

     

    9

     

    –          Deposito wadi’ah / deposito mudharabah

    Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad penerimaannya wadi’ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam pembiayaan nasabah setiap bulan.

     

    1. b. Penyaluran Dana

    –          Pembiayaan mudharabah

    Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.

     

    –          Pembiayaan musyarakah

    Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.

     

    –          Pembiayaan bai bitsaman ajil

    Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.

     

    10

     

    –          Pembiayaan murabahah

    Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).

    –          Pembiayaan qardhul hasan

    Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.

    Pembiayaan Istishna’

    Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah.

    –     Pembiayaan Al-Hiwalah

    Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

     

     

     

     

    11

     

    1. c. Jasa Perbankan Lainnya

    Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsuran KPR, dll.

    Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan pembiayaan bai salam.

     

    8. BADAN-BADAN PENGEMBANG BPRS

    Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang ada dalam  badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR syariah yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan tumbuh.

    Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam pengembangan kegiatan BPR syariah anatara lain :

     

    1. IESD (institute for syariah economic development)

    Dalam hal ini secara bebrkesinambungan IESD akan terus melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia.

     

    1. Badan yang yang membantu dalam kegiatan yayasan pendidikan dan pengembangan bank syariah  (YPBS)

    Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan BPR syariah di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara lain :

    12

     

    • pendidikan baik basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun pengalaman di sector perbankan.
    • Membantu proses pendirian.
    • Memberikan technical assistance.

     

    Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakan untuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang berkaitan dengan pendidikan yakni berupa pengembangan inkubasi bisnis (INBIS)

    c.   Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)

    Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju entrepreneurial university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara :

    a.      Menumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi.

    b.      Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga  dapat menumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.

    c.      Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang bernilai   komersial.

    d.      Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanan konsultasi terpadu.

     

    13

    e.   Menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit usaha sebagai sumber pendapatan (income generating unit) di perguruan tinggi dalam mengantisipasi otonomi perguruan tinggi.

    Dan Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lain Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.

    9. LAPORAN YANG WAJIB DILAPORKAN BPRS

    a. Dalam Ketentuan Umum

    1.  BPRS Pelapor bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan isi  Laporan Bulanan serta ketepatan waktu penyampaian Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia.

    2.  BPRS wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia yang

    berisi :

    –     Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK

    –     Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.

    Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.

     

    b. Laporan Berkala

    • Laporan Bulanan

    Adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud.
    Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan Bulanan Gabungan bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang selambat-lambatnya tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.

     

     

    14

    Laporan Bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan Bank Indonesia, yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan angka.

    Laporan Bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan dalam BPRS antara lain :

    a.   Neraca

    b.   Daftar Rincian Laba Rugi

    c.   Rekening Administratif

    d. Daftar Rincian dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos tertentu dari rekening administratif serta rincian informasi penting lainnya.

    –    Rencana Kerja Tahun
    Adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1 (satu) tahun takwim yang disusun oleh direksi atau yang setingkat serta disetujui oleh dewan komisaris.

    Rencana kerja wajib disusun secara realistis dan sekurang-kurangnya memuat:

    a.   Rencana penghimpunan dana

    b.   Rencana penyaluran dana

    c.   Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua) semester

    d.   Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia

    e. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja bank dan upaya untuk menyelesaikan perrmasalahan yang ada

    BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank Indonesia, selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan dan BPRS pelapor adalah kantor pusat BPRS.

    Dalam laporan berkala ini  masih ada hal lain yang harus di parhatikan antara lain :

    BPRS pelapor wajib  memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di tuangkan dalam suatu pedoman tertulis dan wajib menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk, menyusun dan menyampaikan laporan bulanan.

     

     

     

    15

     

    BPRS dimyatakan terlambat menyampaikan laporan bulanan apabiala melampaui batas waktu yang di tetapkan sampai dengan tanggal 21 bulan berikutnya setlah verkhirmya bulan laporan.

    Dalam hal BPRS dibubarkan karena merger atau konsolidasi denganBPRS lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS Pelapor, BPRS tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan untuk data akhir bulan laporan sebelummerger atau konsolidasi.

    Dalam hal BPRS masih dalam proses akuisisi dan sudah tidak beroperasilagi, BPRS Pelapor tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan ke BankIndonesia.

     

    10. EVALUASI KEGIATAN USAHA BPRS

    Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, BPR Syariah harus berdasarkan prinsip syariah Islam dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sebagaimana digariskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Dalam penerapannya, produk perbankan syariah dirumuskan dan memperoleh persetujuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai lembaga yang ditetapkan pemerintah untuk merekomendasikan produk perbankan syariah telah sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank syariah khususnya BPRS masih memerlukan penyempurnaan, terutama dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip syariah secara utuh.

    Hal ini dirasakan seperti dalam penerapan produk piutang murabahah, dimana perjanjian antara bank dengan nasabah terkait dengan perjanjian jual beli atas sesuatu barang untuk nasabah. Pihak bank telah mempelajari dengan seksama pengajuan permintaan kebutuhan barang untuk mendukung kegiatan nasabah, menyetujui permintaan nasabah untuk membeli barang dan menjual kepada nasabah dengan harga sesuai dengan harga pokok penjualan ditambah margim keuntungan yang diminta pihak bank.

    Dalam pelaksanaannya, BPRS mengalami kesulitan dalam memenuhi ketentuan fatwa DSN ketika dalam transaksi piutang murabahah pihak bank masih memberikan uang bukan barang, lalu mempercayakan kepada nasabah untuk membeli barang yang dikehendaki sesuai jenis dan spesifikasi yang telah disepakati.

    16

    Hal ini masih terkesan bahwa BPRS memberikan pinjaman uang dan bukan membelikan barang. Kesulitan teknis pada transaksi pembelian barang sesuai kebutuhan nasabah yang melibatkan pihak ketiga/supplier diharapkan dapat diminimalisir dengan terjalinnya kerjasama dengan pihak ketiga/supplier sebagai mitra usaha BPRS dalam menyediakan barang-barang kebutuhan nasabah. Namun, kendala dan permasalahan tersebut diharapkan dapat teratasi manakala ada komitmen yang kuat dari stakeholders pengurus bank untuk secara konsisten dan istiqamah menjalankan kegiatan usaha dan perjanjian sesuai syariah Islam dan sesuai fatwa DSN.

    Pelaksanaan kegiatan usaha BPRS secara kaffah sesuai syariah Islam mutlak dilakukan, karena justru dengan demikian kepercayaan masyarakat kepada perbankan syariah akan semakin meningkat, bukan sebaliknya. Menganggap pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah sama dengan kegiatan usaha bank konvensional.

    Sangat tepat jika cetak biru perkembangan perbankan syariah yang disiapkan oleh biro Perbankan Syariah Bank Indonesia telah menggariskan kebijakan stategis dan objektif sampai tahun 2004, yakni mendorong perbankan syariah untuk mematuhi dan melaksanakan kegiatan operasional sesuai syariah secara konsisten.

    Dalam presefktif syariah, jika kegiatan usaha perbankan syariah dilaksanakan semata-mata sesuai ketentuan syariah, maka diharapkan usaha tersebut akan memperoleh ridho dari Allah SWT dan memberikan kemaslahatan bagi seluluh umat.

    Selain itu dalam pertumbuhannya juga, operasionalisasi perbankan syariah masih bertumpu pada aturan-aturan yang diterapkan dalam bank konvensional karena industri perbankan konvensional telah berkembang selama 3 abad  dan perbankan syariah baru tumbuh dalam tiga dekade terakhir. Walaupun disadari bahwa perbankan syariah berbeda secara sistem dari bank konvensional, baik menyangkut sistem operasional dan beberapa produk perbankan yang sangat spesifik terkait dengan syariah Islam. Dalam perbankan konvensional peminjaman uang dalam bentuk kredit dengan mengambil bunga tertentu diperbolehkan, namun untuk bank syariah peminjaman uang tidak boleh ada nilai lebih.

     

     

     

    17

    Artinya jika nasabah diberi pinjaman seribu rupiah maka harus kembali seribu rupiah, tidak boleh ada lebih, karena kelebihan pembayaran tersebut dikategorikan riba. Hal-hal semacam ini menunjukkan perlakukan yang berbeda sekaligus membutuhkan pemahaman atas pengawasan yang berbeda.

    Regulasi sistem pengawasan atas bank syariah masih banyak mendasarkan pada pola bank konvensional. Kondisi ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan karena perkembangan bank syariah tidak mulus. Bank Syariah pertama dimulai di Mesir pada tahun 1963 dalam bentuk bank tabungan pedesaan dan ditutup tahun 1973 karena alasan politis. Di Pakistan didirikan bank koperasi dengan dasar syariah namun pada bulan Juni 1965 bank tersebut ditutup disebabkan karena salah dalam pengelolaan dan kurangnya supervisi resmi. Baru pada tahun 1975, Dubai Islamic Bank menjadi pelopor dalam peletakan awal sendi-sendi perbankan syariah di dunia. Setelah pendirian tersebut, tercatat sampai akhir tahun 1996 telah didirikan lebih dari 166 lembaga keuangan syariah atas prakarsa swasta maupun pemerintah (Chapra,2001:228-229). Perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga tidak terlepas dari perkembangan perbankan syariah internasional. Sejak adanya perbaikan dalam undang-undang perbankan pasca Undang-Undang No.10 Tahun 1998 menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Hal tersebut ditunjukkan dengan asset bank syariah pada tahun 1993 sebesar Rp460 miliar, tahun 1998 sebesar Rp600 miliar dan pada September 2004 telah menjadi Rp12 triliun (Idat:2005).

    Dibalik perkembangan aset yang menggembirakan tersebut, terdapat kekhawatiran bahwa perkembangan perbankan syariah merupakan suatu eforia reformasi. Eforia perkembangan yang pesat merupakan perkembangan yang semu dan berbahaya bila tidak dilandasi kerangka kelembagaan dan pengaturan yang memadai dari aspek best practices. Kerangka kelembagaan dan pengaturan yang tidak memadai rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan yang senantiasa mengintai industri perbankan nasional.

    Sejarah pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia tidak terlepas dari adanya keinginan untuk mengembangkan perbankan nasional sekaligus untuk menanggulangi kejahatan perbankan yang menyertainya.

     

    18

     

    Pengawasan bank melalui audit terhadap bank pemerintah dilakukan berlapis-lapis oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kantor Akuntan Publik termasuk oleh Bank Indonesia (BI) sendiri. Namun, mengapa dengan berbagai upaya tersebut, pembobolan yang mencolok mata tetap terjadi.

    Pembobolan Bank BNI melalui transaksi L/C fiktif, yang nilainya mencapai di atas Rp1 triliun, terjadinya permainan atau pemalsuan dokumen NCD (Negotiable Certificate Document) di Bank Mandiri, merefleksikan pengawasan bank yang belum berjalan sebagaimana mestinya (Bisnis Indonesia, 27/10/2003).

    Fakta-fakta di atas menimbulkan pertanyaan apakah Bank Indonesia sebagai pengatur bank di Indonesia mampu melakukan pengaturan yang efektif terhadap perbankan syariah. Kasus-kasus kejahatan perbankan seperti di atas, bukan tidak mungkin dapat menimpa perbankan syariah. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa penelitian dan kajian manajemen risiko bukan hanya untuk BI tetapi juga untuk manajemen bank itu sendiri. Perlu usaha bersama dari berbagai pihak agar di dapatkan model manajemen risiko yang lebih sesuai dengan bank syariah.

     

    11. HARAPAN PENGEMBANGAN USAHA BPRS DIMASA MENDATANG

    1. 1. Peningkatan Kegiatan Sosialisasi Produk dan Jasa Perbankan Syariah ke seluruh Lapisan Masyarakat

    Sosialisasi produk perbankan syariah masih dirasakan sangat kurang. Merujuk hasil penelitian kinerja industry BPRS di Indonesia yang diselenggarakan oleh biro perbankan syariah Bank Indonesia tahun 2002, diperoleh gambaran bahwa pemahaman masyarakat terhadap kegiatan operasional bank syariah khususnya dan konsep keuamgam syariah pada umunya masih perlu ditingkatkan.

     

     

     

    19

     

    Media promosi produk dan kegiatan operasional perbankan syariah pada umumnya baru sebatas penyediaan brosur, melalui pelayanan dan pemasaran langsung petugas bank dengan pelayanan jemput bola, dan memanfaatkan peran alim ulama serta tokoh masyarakat dalam memasarkan produk perbankan  syariah. Penggunaan medis cetak dan elektronik tampaknya belum menjadi alternative promosi bagi BPRS. Dana promosi yang terbatas yang dialokasikan dalam anggaran belanja BPRS terkait dengan masih kecilnya skala operasional BPRS itu sendiri.

    Perlu kiranya dipikirkan kegiatan promosi bersana yang diselenggarakan atas partisipasi segenap unsure perbankan syariah, industry keuangan syariah, lembaga penunjang lainnya dan semua pihak agar perbankan syariah dan kegiatan investasi sesuai syariah lainnya dikenal luas oleh masyarakat.

     

    1. 2. Teciptanya Altenatif Sumber Pendanaan dan Peningkatan Kemampuan Permodalan BPRS

    Pada tahun 1988, Bank Indonesia menyediakan fasilitas pembiayaan likuiditas bagi BPRS dalam bentuk pembiayaan Modal Kerja (PMK-BPRS) dan pembiayaan bagi Pengusa Kecil dan Mikro (PPMK) dengan plafon sebesar maksimal satu kali jumlah modal disetor BPRS untuk kategori BPRS yang berturut-turut sehat selama dua tahun terakhir. Tetapi dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999, maka Bank Indonesia tidak diperkenankan menyalurkan pembiayaan likuiditas kepada perbankan, dan mengalihkannya kepada lembaga lain yang dirujuk oleh pemerintah dan Bank Indonesia.

    Fasiliatas pembiayaan modal kerja bagi perkembangan BRPS dan fasilitas pembiayaan likuiditas Bank Indonesia tersebut betul-betul dirasakan manfaatnya bagi BPRS, terutama untuk memenuhi permintaan pembiayaan mudal kerja dari nasabah pengusaha kecil dan mikro, sesuai arah dan sasaran yang hendak dicapai untuk pengembangan usaha ekonoi produktif yang dikembangkan pengusaha kecil dan mikro di pedesaan.

    20

    Sejak dialihkannya penyediaan fasilitas pembiayaan tesebut dari Bank Indonesia kepada lembaga lain, akses BPRS untuk memperoleh sumber pendanaan selain dari penghimpunan dana dari masyarakat lebih banyak diperoleh dari kerjasama pembiayaan dengan bank umum syariah untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah BPRS lemahnya sumber pendanaan BPRS juga karena kesulitan BPRS itu sendiri untuk mengakses sumber pendanaan dari lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membatasi penempatan investasinya hanya di bank umum atau bank pemerintah lainnya.

    Sementara itu kemampuan para pemegang saham dalam meningkatkan struktur permodalan bank terutama dalam rangka mengimbangi peningkatan dan perkembagan  usaha bank juga masih belum diharapkan. Keadaan ini mungkin sejalan dengan keadaan perekonomian nasional secara makro pada saat ini yang belum pulih sesuai yang diharapkan. Kesulitan sumber pendanaan bagi BPRS ini dapat dibantu dengan melonggarkan kewajiban investasi dari badan usaha milik pemerintah dan swasta dan memberikan peluang berinvestasi d BPRS, dengan tetap memperhatikan prinsp-prisip dan kaidah investasi yang aman dan menguntungkan.

    Kebijakan penyaluran pembiayaan usaha kecilm s\dari penyisihan 5% dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi dalam rangka pengembangan usahanya, kiranya dapat disalurkan melalui BPRS sebagai dana bergulir. Dengan demikian efektivitas penyaluran pembiayaan tersebut diharapkan lebih meningkat.

     

    1. 3. Peningkatan Kehandalan Bankir BPRS dalam Memahami Prinsip Syariah

    Keterbatasan banker syariah yang handal dan menguasai operasional perbankan syariah serta menjalankan secra konsukeun prinsip-prisip syariah merupakan masalah yang mendasar bagi perbaikan BPRS dan pengembangan di masa mendatang.

    21

    Lembaga pendidikan non formal yang khusus memberikan pelatihan (training) tentang produk dan ajsa perbankan syariah masih terbatas. Maka diharapkan akan tumbuh lembaga-lembaga baru sebagai pendukung pengembangan BPRS, termasuk antaranya lembaga/konsultan perbankan syariah.

     
  • icanende 1:41 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Bank Syariah 

    A. Pengertian Bank Syariah

    Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.

    Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.

    B. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

    No Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah
    1 Bunga Berbasis bunga Berbasis revenue/profit loss sharing
    2 Resiko Anti risk Risk sharing
    3 Operasional Beroperasi dengan pendekatan sektor keuangan, tidak langsung terkait dengan sektor riil Beroperasi dengan pendekatan sektor riil
    4 Produk Produk tunggal (kredit) Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
    5 Pendapatan Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan pendapatan yang diperoleh bank dari kredit Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang diperolah bank dari pembiayaan
    6   Mengenal negative spread Tidak mengenal negative spread
    7 Dasar Hukum Bank Indonesia dan Pemerintah Al Qur’an. Sunnah, fatwa ulama, Bank Indonesia, dan Pemerintah
    8 Falsafah Berdasarkan atas bunga (riba) Tidak berdasarkan bunga(riba), spekulasi (maisir), dan ketidakjelasan(gharar)
    9 Operasional –          Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo

    –          Penyaluran dan pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan agama

    –          Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan ( wadi’ah) dan investasi(mudharabah) yang baru akan mendapat hasil jika “diusahakan“ terlebih dahulu

    –          Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan menguntungkan

    10 Aspek sosial Tidak diketahui secara tegas Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
    11 Organisasi Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS) Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
    12 Uang Uang adalah komoditi selain sebagai alat pembayaran Uang bukan komoditi, tetapi hanyalah alat pembayaran

     

     

    C. Konsep Dasar Transaksi

     

    1. Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
    2. Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya) , saling ikhlas mengikhlaskan antar pihak – pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.
    3. Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.

    Lima transaksi yang lazim dipraktekkan perbankan syariah adalah:

    1. Tarnsaksi yang tidak mengandung ribal.
    2. Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli(murabaha)
    3. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jaa dengan cara sewa(ijarah)
    4. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)
    5. Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adlah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan(wadi’ah).

     

    D. Produk Perbankan Syariah

    Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

    Þ    Produk penyaluran dana

    Þ    Produk penghimpunan dana

    Þ    Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan kepada nasabahnya.

    1. Produk penyaluran dana

    a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)

    Transaksi jual beli dibedakanberdasar4kan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti:

     

    • Pembiayaan Murabahah

    Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah

    keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

    • Salam

    Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.

    • Istishna

    Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Ketentuan umum Istishna sebagai berikut :

    Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

    b. Prinsip Sewa (Ijarah)

    Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

    Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

    c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

    Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:

    • Musyarakah

    Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

    • Mudharabah

    Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah;

    v  Jumlah modal y6ang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai;

    v  Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).

    v  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.

    v  Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

     

    d. Akad Pelengkap

    Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar – benar timbul.

    Þ    Hiwalah ( Alih Utang Piutang)

    Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

    Þ    Rahn (Gadai)

    Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :

    • Milik nasabah sendiri,
    • Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,
    • Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.

    Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.

    Þ    Qardh

    Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:

    • Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
    • Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
    • Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
    • Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengu7rus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara angsur melalui potongan gajinya.

    Þ    Wakalah (Perwakilan )

    Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.

    Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.

    Þ    Kafalah (Garansi Bank)

    Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahnb. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

    2. Produk Penghimpunan Dana

    Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.

    a. Prinsip Wadi’ah

    Ketentuan umum dari produk ini adalah :

    • Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kapada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
    • Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
    • Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
    • Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

    b. Prinsip Mudharabah

    Þ    Mudharabah Mutlaqah

    Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

    Þ    Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet

    Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.

    Þ    Mudharabah Muqayyadah off Balance sheet

    Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.

    c. Akad Pelengkap

    Þ    Wakalah (perwakilan)

    Dalam aplikasi perbankan, wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

    3. Jasa Perbankan

    a. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

    Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tudak sejenis ini penyerahannya harus dilaksanakan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

    b. Ijarah (sewa)

    Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

     

    E. Keunggulan Bank Syariah

    1. Dengan adanya negosiasi antara pihak nasabah dengan pihak bank, tercapai suatu halyang saling menguntungkan.
    2. Dengan prinsip bagi hasil, jika perusahaan ingin menaikkan usahanya namun kekurangan modal, maka dapat mengajukan kredit dengan baik, sehingga dapat menerima modal dan juga resiko yang ada lebih rendah daripada dengan pinjaman kredit biasanya.
    3. Dapat mendorong para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dengan baik, dengan adanya bantuan dari pihak bank.
    4. Resiko kerugian lebih kecil dengan menggunakan prinsip ini. Karena apabila mengalami kerugian, maka dibagi menurut perjanjian yang dibuat.
    5. Pihak bank akan mendapatkan banyak nasabah dengan menggunakan prinsip ini, karena adanya kemudahan – kemudahan (misalnya tanpa agunan) yang diberikan oleh bank dan juga akan menaikkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan.

     

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.

     

    Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan2 dan prinsip2 islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.

     

    Maka tugas kita selaku akademisi adalah bagai mana kita mengembangkan dan menerapkan kegiatan perbankan islam pada masyarakat dunia, sehingga tidak ada kata alergi ketika masyarakat mendengar istilah – istilah kegiatan perbankan islam. Harapan kita bahwa sudah cukup sampai disini saja kegiatan dunia bisnis baik yang basis finansial, Investasi, perbankan, real, pasar modal, pasar barang dll. Yang hanya menguntungkan sebagian pihak dan dipihak lain tertidas.

    Mari kita jadikan Perbankan islam sebagai sarana untuk menciptakan dunia bisnis baru yang bernafaskan positif yang dapat memberikan kesejahteraan bagi semua.

     

     

     
  • icanende 1:38 am on 28/11/2010 Permalink | Balas  

    Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) 

    BMT (Baitul Mal Wat Tamwil)

    A. Sejarah & Definisi BMT
    Sejarah BMT
    Konsep BMT sebenarnya sudah ada sejak zaman rasulullah saw yang dikenal dengan nama bait al-maal dan berfungsi sebagai pengelola dana amanah dan harta rampasan perang (ghnimah) pada masa awal islam, yang diberikan kepada yang berhak dengan pertimbangan kemaslahatan umat. Namun secara konkrit pelembagaan Baitul Maal baru dilakukan pada masa Umar Bin Khattab, ketika kebijakan pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan. Lembaga Baitul Maal itu berpusat di ibukota Madinah dan memiliki cabang di profinsi-profinsi wilayah Islam.
    Di indonesia sendiri Sejarah BMT dimulai tahun 1984 yang dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Sedangkan BMT secara resmi sebagai lembaga keuangan syariah dimulai dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan sistem keuangan bagi hasil, juga dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 yang memberikan batasan tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip bagi hasil. Maka mulailah bermunculan perbankan yang menggunakan sistem syari’ah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syari’ah, BPRS-BPRS, dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Munculnya BMT sebagai lembaga mikro keuangan Islam yang bergerak pada sektor riil masyarakat bawah dan menengah adalah sejalan dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Karena BMI sendiri secara operasional tidak dapat menyentuh masyarakat kecil ini, maka BMT menjadi salah satu lembaga mikro keuangan Islam yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

    Definisi BMT
    Baitul Mal berasal dari bahasa Arab bait yang berarti rumah, dan al-mal yang berarti harta. Jadi secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Mal berarti rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta (Dahlan, 1999).
    Adapun secara terminologis (ma’na ishtilahi), sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983) dalam kitabnya Al Amwaal Fi Daulah Al Khilafah, Baitul Mal adalah suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara.
    Dengan demikian, Baitul Mal dengan makna seperti ini mempunyai pengertian sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-jihat) yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran.
    Namun demikian, Baitul Mal dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara (Zallum, 1983).
    Pada saat ini BMT diartikan sebagai lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prokarya dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada system ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan.

    Fungsi BMT
    Fungsi BMT bagi masyarakat :
    1. motor pengerak ekonomi dan social masyarakat banyak
    2. ujung tombak pelaksanaan system ekonomi syariah
    3. mengembangkan kesempatan kerja
    4. mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produ-produk anggota
    5. mendorong sikap hemat dan gemar menabung
    6. menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah
    7. melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil
    8. melepaskan jeratan para renternir
    9. membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal

    fungsi BMT bagi pemerintah:
    1. membantu permerataan pertumbuhan ekonomi
    2. membantu pemerintah dalam membuka lapangan pekerjaan
    3. menjadi lembaga keuangan alternative yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

    C.Struktur Organisasi dan Job deskripsi
    Adapun struktur organisasi dan job deskripsi BMT adalah sebagai berikut:
    a) Rapat Umum Anggota (RUA)
    Rapat umum anggota mempunyai kewenangan/kekuasaan tertinggi di dalam BMT. RUA memiliki tugas sebagai berikut :
    1. RUA bertugas menetapkan AD dan ART BMT termasuk bila ada perubahan.
    2. Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha BMT
    3. Mengangkat Pengurus dan dewan syaria’ah BMT setiap periode. Juga dapat memberhentikan pengurus bila melanggar ketentuan-ketentuan BMT.
    4. Menetapkan Rencana Kerja , anggaran pendapatan dan belanja BMT serta pengesahan laporan keuangan.
    5. Melakukan pembagian Sisa Hasil Uasaha
    6. Penggabungan, peleburan dan pembubaran BMT.

    b) Dewan Pengawas Syaria’ah
    Dewan Pengawas Syaria’ah berwenang melakukan pengawasan penerapan konsep syariah dalam operasional BMT dan memberikan nasehat dalam bidang syaria’ah. Adapun tugas dari Dewan ini adalah :
    1. Membuat pedoman syariah dari setiap produk pengerahan dana maupun produk pembiayaan BMT.
    2. Mengawasi penerapan konsep syariah dalam seluruh kegiatan operasional BMT.
    3. Melakukan pembinaan/konsultasi dalam bidang syari’ah bagi pengurus, pengelola dan atau anggota BMT.
    4. Bersama dengan dewan pengawas syari’ah BPRS dan ulama/intelektual yang lain mengadakan pengkajian terhadap kemungkinan perkembangan produk-produk BMT.

    c) Pengurus
    Pengurus memiliki Wewenang sebagai berikut :
    1. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama BMT.
    2. Mewakili BMT di hadapan dan di luar Pengadilan
    3. Memutuskan menerima dan pengelolaan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
    4. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan BMT sesuai dengan tanggungjawabnya dan dan keputusan musyawarah anggota.
    Adapun tugas dari pengurus adalah :
    1. Memimpin organisasi dan usaha BMT.
    2. Membuat rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja BMT.
    3. Menyelenggarakan rapat anggota pengurus
    4. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas pada rapat umum anggota.
    5. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris serta adminsitrasi anggota.

    d) Pembina manajemen
    Pembina manajemen mempunyai wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan serta konsultasi dalam bidang manajemen BMT.
    Adapun tugasnya adalah :
    1. Memberikan rekomendasi pelaksanaan sistim bila diperlukan.
    2. Memberikan evaluasi pelaksanaan sistem
    3. Pembinaan dan pengembangan sistem

    e) Manajer BMT
    Manejer BMT memimpin jalannya BMT sehingga sesuai dengan perencanaan, tujuan lembaga dan sesuai kebijakan umum yang telah di gariskan oleh dewan pengawas syari’ah. Adapun tugasnya adalah :
    1. Membuat rencana pemasaran, pembiayaan, operasional dan keuangan secara periodik
    2. Membuat kebijakan khusus sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan oleh dewan pengurs syaria’ah.
    3. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
    4. Membuat laporan pembiayaan baru, perkembangan pembiayaan, dana, rugi laba secara periodik kepada dewan pengawas syariah.

    f) Ketua Baitul Maal
    Ketua baitul Maal mendampingi dan mewakili manajer dalam tugas-tugasnya yang berkaitan dengan pelaksanaan operasional baitul maal. Adapun tugasnya adalah :
    1. Membantu manajer dalam penyusunan rencana pemasaran dan operasional serta keuangan.
    2. Memimpin dan menarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
    3. Membuat laporan periodik kepada menejer berupa :
    a. Laporan penyuluhan dan konsultasi
    b. Laporan perkembangan penerimaan ZIS
    c. Laporan Keuangan

    g) Ketua Baitul Tamwil
    Ketua baitul tamwil mendampingi dan mewakili manajer dalam tugas-tugasnya yang berkaitan dengan pelaksanaan operasional baitul tamwil. Adapun tugasnya adalah:
    1. Membantu manajer dalam penyusunan rencana pemasaran dan operasional serta keuangan.
    2. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
    3. Membuat laporan periodik kepada menejer berupa :
    a. Laporan pembiayaan baru
    b. Laporan perkembangan pebiayaan
    c. Laporan dana
    d. Laporan Keuangan

    h) Marketing/Pembiayaan
    Bagian pembiayaan memiliki wewenang melaksanakan kegiatan pemasaran dan pelayanan baik kepada calon penabung maupun kepada calon peminjam serta melakukan pembinaan agar tidak terjadi kemacetan pengembalian pijaman. Adapun tuganya :
    1. Mencari dana dari anggota dan para pemilik sertifikat saham sebanyak-banyaknya.
    2. Menyusun rencana pembiayaan.
    3. Menerima permohonan pembiayaan
    4. Melaukan analisa pembiayaan
    5. Mengajukan persetujuan pembiayaan kepada ketua baitul tamwil
    6. melakukan administrasi pembiayaan
    7. melakukan pembinaan anggota
    8. memuat laporan perkembangan pembiayaan.

    i) Kasir/Pelayanan anggota
    Kasir memiliki wewenang melakukan pelayanan kepada anggota terutama penabung serta bertindak sebagai penerima uang dan juru bayar. Adapun tugasnya :
    1. Menerima uang dan membayar sesuai perintah ketua/Direktur.
    2. Melayani dan membayar pengambilan tabungan.
    3. Membuat buku kas harian.
    4. Setiap kahir jam keja, menghitung uang yang ada dan minta pemeriksaan dari menejer.
    5. Memberikan penjelasan kepada calon anggota dan anggota.
    6. Menangani pembukuan kartu tabungan
    7. Mengurs semua dokumen dan pekerjaan yang harus di komunikasikan dengan anggota.

    j) Pembukuan
    Bagian pembukuan memiliki wewenang menanggani administrasi keuangan dan menghitung bagi hasil serta menyusun laporan keuangan. Adapun uraian tugasnya adalah :
    1. Mengerjakan jurnal dan buku besar.
    2. Menyusun neraca percobaan
    3. Melakukan perhitungan bagi hasil
    4. Menyusun laporan keuangan secara periodik.
    D. Kegiatan-kegiatan BMT
    Ada dua jenis kegiatan yang bisa dilakukan oleh BMT :
    1. Kegiatan bidang keuangan
    2. Kegiatan non keuangan

    1. Kegiatan bidang keuangan
    ada dua kegiatan bidang keuangan yaitu pelayanan jasa simpanan dan pembiayaan
    I. Jasa Simpanan
    Jasa Simpanan yang merupakan produk BMT memiliki keragaman sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang di miliki simpanan tersebut yang juga di sebut tabungan.
    Ada beberapa jenis tabungan (simpanan)
    a. Tabungan Wadi’ah
    Tabungan atau simpanan dengan prinsip wadi’ah adalah titipan dana yang setiap waktu dapat ditarik pemiliknya.
    b. Tabungan Mudharabah
    Tabungan atau simpanan dengan prinsip mudharabah, yakni dana tersebut dipercayakan oleh pemilik kepada BMT untuk digunakan untuk tujuan/usaha yang menguntungkan, namun secara implisit pemilik dana bersedia menanggung kerugian selama BMT tidak dapat menutupi kerugian dengan cara lain. Pemilik mendapatkan bagian bagi hasil dari modal tersebut sesuai dengan kesepakatan.
    Produk simpanan ini bisa bermacam-macam antara lain : Simpanan Mudharabah biasa, Haji, nikah ds.

    II. Pembiayaan
    Kegiatan pembiayaan adalah upaya BMT dalam membiayaai usaha-usaha yang dilakukan oleh anggota sesuai dengan kebutuhan usaha tersebut. Pembiayaan dapat berbentuk :
    a. Mudharabah : bagi hasil
    b. Musyarakah : bagi hasil besyarikat
    c. Murabahah : pemilikan barang jatuh tempo
    d. Bai’u Bithaman Ajil : pemilikan barang cicilan.
    e. Al Qardhul hasan.

    2. Kegiatan non keuangan
    Prioritas utama dari BMT adalah melakukan kegiatan bidang keuangan, namun bila ada kesempatan dan peluang tidak ada halangan bagi BMT untuk bergerak dalam sektor Riil. Kegiatan tersebut antara lain :
    1. Membuka usaha dagang
    2. Menyediakan jasa konsultasi bisnis, dll.

    E. Permodalan BMT
    BMT dapat didirikan dengan modal awal Rp. 10.000.000,- ( Sepuluh Juta Rupiah) atau lebih. Namun jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan dana maka dapat juga didirikan dengan dana 5 juta rupiah. Modal ini dapat ditambah sejalan dengan bertambahnya usia BMT.
    Dari segi sumber modal BMT dapat didirikan dengan modal beberapa orang, yayasan, bazis. Namun dari awal minimal untuk mendirikan sebuah BMT harus ada 7 orang , sedangkan jumlah yang sebaiknya adalah 20-44 orang.

     
  • icanende 2:05 am on 25/11/2010 Permalink | Balas  

    Awalan 

    Dengan menyebut nama Allah, yg maha pengasih lg maha penyayang, Ssungguh ya, tiada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, ya Allah, gw berjanji, akan menjalankan perintahMU n menjauhi laranganMU, jika gw lalai, maka berilah peringatan bgi hambaMU ini, gw pingin selalu dlm lindunganMU ya Allah, gw ga pny siapa2 lg, selain ENGKAU, yg selalu memperhatikan gw, baik dlm keadaan senang maupun sedih,..Semoga ENGKAU senantiasi memberi petunjukMU, kpd hamba MU yg hina nan bodoh ini. N Berikanlah sedikit ilmu yg bermanfaat pd gw, supaya gw bsa mengarungi dunia nie dgn selamat, n cukupkanlah semua kbutuhan hmba MU di dunia ini,…Amin, Amien ya robbal alamin…

     
  • icanende 11:53 pm on 24/11/2010 Permalink | Balas  

    Belum tidur semaleman…..

     
  • icanende 11:28 pm on 24/11/2010 Permalink | Balas  

    Hello world! 

    Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

     
    • Mr WordPress 11:28 pm on 24/11/2010 Permalink | Balas

      Hi, this is a comment.
      To delete a comment, just log in, and view the posts’ comments, there you will have the option to edit or delete them.

c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal